Sabtu, 20 Agustus 2011

AIR PUTIH BANTUAN JIN DI TENGAH PERSALINAN DARURAT

Saat air ketuban kering dan bayi terancam mati, datang sosok misterius memberi air putih untuk persalinan istriku. Laki-laki tua yang tiba-tiba datang itu, diyakini bukan manusia biasa, tapi jin utusan Tuhan yang diturunkan untuk membantu kami yang sedang panik dan menderita batin....

Saat istriku menjerit kesakitan karena air ketuban kering karena kelebihan dua minggu dari harinya, aku begitu cemas. Sementara bidan Sri Dwijaningsih sudah lepas tangan, tidak sanggup lagi menangani istriku yang sudah 20 hari di kliniknya. Kami dianjurkan rujukan ke rumah sakit besar l00 kilometer dari kampung kami untuk operasi sesar. Dalam teori medis, bila air ketuban kering, bayi akan meninggal. Sebab air ketuban itu dimakan oleh jabang bayi dan menjadi racun pembunuh utama. Bayanganku jauh soal biaya. Paling tidak, untuk melakukan operasi sesar, Rp 5 juta mesti keluar. Sedangkan di kantongku, hanya tersisa uang Rp 200 ribu pemberian Om Zul, adik bungsu ibuku yang tinggal di Jakarta lewat transfer BNI 46 cabang Tugumulya, Lampung Barat.
Di tengah kegelisahanku, tiba-tiba datang seorang laki-laki setengah baya memberikan segelas air putih untuk diminumkan kepada istriku. Entah darimana datangnya sosok pria berpeci hitam, berbaju koko putih dan memakai sarung batik coklat. Disodorkan air dengan niat baik itu, aku langsung meraih dan meminumkannya poada istriku. Arkian, lima menit setelah minum air putih itu, bayi kami langsung lahir dengan selamat. Tapi laki-laki yang membawa air putih itu tiba-tiba menghilang di balik jendela. Saya mengejar keluar untuk mengucapkan terima kasih. Tapi laki-laki itu ternyata raib, tidak meninggalkan bekas sama sekali. Ditanya pada orang-orang sekitar, tidak ada satupun orang yang tahu. Tidak seorangpun yang mengaku melihat ada laki-laki bersarung batik, berbaju koko dan berpeci hitam masuk ke klinik itu. Bu bidan pun, tidak mengetahui ada sosok yang dimaksud berada dalam kliniknya.

Sejak setahun yang lalu, tepatnya bulan Juli 2003, aku menganggur. Aku dipecat sebagai Duty Manager sebuah hotel melati tiga di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Pemecatan tanpa alasan dan dicari-cari oleh management untuk menghindari pengangkatan satusku dari kontrak setelah 7 tahun aku kerja itu, benar-benar memukul batin kami. Selain merasa tidak bersalah, aku pun harus menghadapi suatu permasalahan ekonomi karena melamar ke sana ke mari, tidak mudah diterima. Sementara rumah kontrakan kami di Desa Suradita, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tanggerang, Banten, tinggal sedikit lagi masa kontraknya akan habis.
Kehidupan kami mulai mengalami cobaan dari Allah SWT, dan baru pertama kali itulah aku merasakan pukulan hidup yang begitu berat dan menekan. Tapi aku harus tabah dan menghadapi ujian itu dengan ihlas. Tapi istri dan anakku, tentu saja tidak bisa menunda makan, minum dan kebutuhan rumah tangga yang lain. Maka itu, barang-barang di rumah satu perastu dilepas untuk hidup. Mulanya VCD, lalu kulkas, radio dan handphone. Tinggal televisi yang tersisa, karena televisi itu buat hiburan di malam hari. Bila tidak ada televisi, tentu rumah akan menjadi neraka dunia, sunyi dan aku akan jadi buta informasi.
Sedangkan Verli putra kami yang berumur 3 tahun, tidak pernah mau makan nasi. Dia hanya mau minum susu indomilk kaleng dan satu kaleng hanya untuk satu hari. Sementara persedian uang belakangan sudah tidak ada lagi untuk membeli susu. Barang-barang pun tidak ada lagi yang bisa dijual untuk susu anak kami itu. Untungnya, kakak kandungku, Bang Is, yang tinggal tidak jauh dari rumah kami, turun membantu. Karena uluran tangannyalah, maka kami bisa membelikan susu untuk Verli setiap hari.
Berapa bulan kemudian Sukirtina istriku terlambat datang bulan. Setelah diperiksa di dokter kandungan di Medical Center Bahkati Asih, istriku ternyata positif hamil. Bila kebanyakansuami senang mendengar istri positif hamil, aku malah sebaliknya. Bayanganku jauh ke depan meyangkut biaya kehamilan dan biaya melahirkan, sementara aku belum juga mendapatkan pekerjaan yang bisa menopang semua kebutuhan itu. Maka itu, kami pun akhirnya sepakat untuk menggugurkan kandungan itu. Tapi tiba-tiba kami membayangkan dosa dan kami sangat takut bila Tuhan marah atas usaha pengguguran itu. Bayi itu, menurut hemat kami, adalah titipan Allah dan Allah pasti sudah mengatur rejekih untuknya. Pengguguran itu, pikir kami, adalah suatu pembunuhan, sebab kehamilan istriku ternyata sudah empat bulan dan jabang bayi di perus istriku sudah berbentuk utuh walau masih kecil.
Sejak dari itu, kandungan istriku tidak terurus lagi. Makan, minum susu serta vitamin pun tidak pernah dapat terpenuhi. Tak ada uang kami untuk membeli kebutuhan itu. Airmata istriku sering menggenang dan aku tahu dia sangat sedih melihat kenyataan itu. Kadang-kadang dia sewot pula bicara, menyuruh aku banting tulang bekerja apa saja untuk mendapatkan uang. Aku mengerti desakan itu, dan sudah seharusnyalah aku bekerja keras bekerja apa saja untuk mendapatkan uang. Tapi aku bingung, mau kerja apa aku. Om ku mengajak aku jadi sopir perusahaannya, tapi aku tidak bisa menyetir. Om yang lain lagi mengajak bekerja sebagai kru sinetron, tapi aku tidak punya pengalaman di bidang produksi sinetron. Paling-paling, kata Omku. aku bekerja sebagai Pembantu Umum, tukang masak air dan menyediakan keperluan pemain dari dapur. Dan Omku tidak tega melihat aku bekerja di bidang itu, pekerjaan terendah di produksi sinetron kita. Makan sehari-hari pun dengan seadanya dan juga di bantu dari paman kami. Karena merasa tidak enak dengan paman kami dan keluarga yang di Jakarta, akhirnya kami putuskan untuk berpisah sementara. Anak dan istriku dipulangkan dulu di kampung ke tempat orang tua kami di Lampung. Sedangkan aku berada di Jakarta untuk mencari kerja lagi, dari hotel ke hotel dan dari restoran ke restoran sesuai dengan bidang keahlianku sebagai Bar tender dan Duty Manager hotel melati tiga. Tapi upaya itu belum menunjukkan hasil. Tak satupun tempat aku masukkan lamaran dapat memanggilku. Semua bilang tunggu dan tunggu, terus begitu.
Walau perasaan kami sedih karena keluarga kami terpecah, tapi karena hanya itulah menurut kami hal yang terbaik kami ambil saat itu, maka kami terus ihlas dan tawakal menghadapi kenyataan itu. Sambil kami berharap, mudah-mudahan aku cepat mendapat pekerjaan dan istri serta dua anakku di lampung dapat kubawa lagi ke Jakarta.
Sebulan istriku di kampung, aku diajak kerja oleh salah satu paman dengan gaji yang cukup minim. Tapi aku bersyukur masih bisa menyambung hidup di kota Jakarta. Dua bulan kemudian, aku mendapat kabar dari istri di kampung, bahwa bulan Juli pertengahan dia akan melahirkan anak kami yang kedua.
Setelah tiba waktu istriku melahirkan, perut istriku selalu mulas-mulas tapi anehnya bayi kami tidak mau lahir juga. Sampai akhirnya istriku minta aku pulang ke kampung biar supaya dia punya kekuatan untuk melahirkan. Sesampainya di kampung, Tugumulya Lampung Barat, isteriku benar-benar akan melahirkan. Kehadiranku ternyata cukup memberi semangat istriku untuk cepat-cepat mengeluarkan anak. Tapi sayang, hal itu terbatas di mulas-mulas dan askit perut saja, tapi jabang bayi tidak muncul juga. Hingga akhirnya, bidan yang menangani isteriku, lepas tangan, minta agar kami ke rumah sakit Kayuagung dan melakukan operasi sesar.
Mendengar vonis dari Bidan itu, kami tentu saja kebingungan uang. Dari mana kami mendapatkan uang untuk membayar operasi sesar di rumah sakit di kota yang begitu besar. Jangankan uang Rp 5 juta sebagai biaya standar operasi sesar, uang untuk ongkos sewa mobil ke rumah sakit itupun, aku tak punya. Seemntara mertuaku di Tugumulya, bukanlah orang berada, hidupnya juga pas-pasan dari hasil jualan pakaian secara kreditan dari kampung ke kampung. Karena panik dan sangat cemas, saya berusaha menekan Bu Bidan. Barangkali saja, bila ditekan, Bu Bidan akan membantu sekuat tenaganya dan istriku bisa melahirkan.
"Bu bidan, kenapa istri saya harus dibawa ke rumah sakit, memang ibu tidak bisa membantu lagi? Ibu kan bidan ternama di daerah ini, masa ibu tidak bisa berusaha secara optimal agar istri saya dapat melahirkan?" tanyaku, agak ketus.
"Istri bapak air ketubannya sudah kering karena kelebihan dua minggu dari harinya. Dan hanya operasi sesarlah jalan satu-satunya yang dapat membantu!” kjelas Bu Bidan, lebih ketus lagi.
"Apa yang menyebabkan istri saya, kok bisa begini. Waktu anak kami yang pertama tidak begini, dan kira-kira biaya operasi sesar di rumah sakit berapa?" tanyaku lagi.
"Istri bapak menderita stress. Mungkin karena terlalu banyak masalah yang dipikirkannya. Ini berbeda dengan yang pertama, mungkin waktu hamil pertama istri bapak pikirannya tidak stress dan tenang, dan untuk biaya operasi sesar saya tidak tahu pasti. Tapi sekitar 4 juta rupiah atau 5 juta-an," jelas bidan itu.
Mendengar penjelasan dari bidan itu, otakku bertambah panik. Usaha apa lagi yang dapat aku tempuh dalam keadaan begini. Sedangkan istriku, masih menjerit kesakitan, merang di atas ranjang klinik sederhana itu. Sementara itu, Bu Bidan menjelaskan tambahan, bahwa bila kami terlambat ke rumah sakjit dan melakukan sesar, istriku akan celaka dan anakku akan meninggal di dalam kandungan. Saat itu, aku seakan dikejar waktu dan keadaan makin lama makin keras dan panas. “Kalau terlambat operasi, bisa-bisa anak Bapak meninggal di dalam perut dan istri Bapak bisa pula meninggal karena kontraksi!” kata-kata Bu Bidan terus terngiang di telingaku dan aku sangat ketakutan.
Saat itu aku menghambur ke kamar mandi dan wuduh di air keran. Aku langsung melakukan sembahyang yang aku tidak tahu itu sholat apa. Dalam sembahyang itu aku berkonsentrasi penuh kepada Allah minta bantuan-Nya, mukjizat atau keajaibannya dikirim untuk kami dalam keadaan kalut dan memprihatinkan itu. “Ya Allah, aku tidak mau melakukan perampokan, pencurian atau apapun yang tidak halal untuk kelahiran bayiku ini. Aku tidak punya apa-apa lagi untuk biaya istriku ya Allah. yang kupunyai sekarang hanya Engkau dan untuk itulah aku meminta Engkau Yya Allah, utnuk menurunkan bantuanmu agar hari ini juga anakku lahir!” doaku, kala itu, begitu khusuk dan terasa begitu dekat kepada Allah. Habis aku bersujud, tiba-tiba sekujur tubuhku merinding dan aku merasa begitu tenang, seakan Allah tersenyum dan memberikan apa yang aku minta.
Habis sholat di kamar tengah yang kosong, aku kembali ke kamar istriku dan mencium keningnya. Suara tangis dan rasa sakitnya kala itu agak menurun walau wajahnya masih pucat dan bibirnya menjadi putih. Telapak tangan kanan istriku kupegang erat dan aku kembali khusuk minta kepada Allah, agar Tuhan menurunkan mukjizatnya dan istriku dapat lahir saat itu juga. Kekuatan doa dan kekuatan konsentrasiku pada Sang Khalik ini, alhamdulillah membuahkan hasil. Tiba-tiab datang seorang laki-laki berpeci hitam, berbaju koko putih dan bersarung batik membawa segelas air aqua untuk istriku. “Minumkan air ini untuk istrimu, Nak!” kata bapak-bapak itu, yang umurnya kurang lebih 80 tahun.
Saat itu juga, air putih tersebut aku minumkan ke istriku. Tanpa banyak bertanya aku langsung menuruti perintah dari bapak-bapak yang tidak tahu datangnya dari mana itu. Berapa jam kemudian keajaiban terjadi, istriku merasakan perutnya sangat sakit dan mulas sekali. Aku dan sitriku memanggil bidan lewat head phone dan Bu Bidan segera datang. Istriku bilang, bahwa kepala bayi sudah keluar sebagian dan ia akan melahirkan. Tanpa banyak kata-kata, Bu Bidan dengan cekatan membantu persalinan istriku dan berapa menit kemudian anak kami lahir.
Kami bersyukur sekali atas karunia Allah. di mana anak kami lahir tanpa sesar dan keluar dengan selamat, sehat dan segar. Kelahiran anak kami yang tidak jadi dioperasi sesar itu tentu saja membuat bidan bingung. Ahli persalinan itu, tidak menyangka bahwa istriku bisa melahirkan tanpa operasi sesar. Karena menurut ilmu kedokteran, istriku harus dioperasi sesar baru bayi itu bisa lahir. Tapi peristiwa ini, ternyata hanya dengan bantuan air putih dan doa, yang bisa membantu mempercepat kelahiran yang seharusnya dilakukan dengan operasi sesar.
Saat kami masih bertanya-tanya siapakah orang yang membantu kelahiran istriku dengan segelas air putih dan datangnya pun secara tiba-tiba itu, membuat aku bertanya-tanya hingga sekarang. Siapakah laki-laki yang berbaik hati itu? Benarkah dia manusia biasa atau mahluk dari bangsa jin yang diutus Allah untuk membantu kami? Kami tidak tahu dan tidak memcahkannya sekarang. Yang jelas dari bibir kami terucap, wallahuallam bissawab. Terima kasih ya Allah, terima kasih atas pertolongan dan mukjiza serta karunia mu yang begitu besar. Sekali lagi, terima Tuhan, terima kasih Ya Allah, ya Tuhanku. Tidak lama kemudian muncul seorang laki-laki tua menghampiri kami dan ternyata ia adalah pak Usup, 70 tahun, mertua ku, yang juga baru saja melakukan sholat khsusus di rumah, meminta agar istriku melahirkan tanpa operasi dan cepat beranak tanpa diperpanjang lagi rasa sakit yang dideritanya yang selama ini begitu berat.
Menurut mertuaku, bahwa, usai sholat, dia sudah mendapat firasat bahwa ada orang gaib yang datang memberi bantuan. “Alhamdulillah semua sudah beres, Tuhan mendengar doa kita. Amin!” bisik mertuaku. Kini, kata mertuaku, tinggal aku yang harus berkonsentrasi penuh, untuk mendapat pekerjaan di Jakarta buat mengambil istri dan dua anakku dan menghidup mereka di Jakarta. Tapi aku yakin dan percaya betul bahwa Tuhan pasti mempunyai rencana lain untukku. Akhirnya, l0 hari setelah kelahiran anak bungsuku, aku pun kembali ke Jakarta untuk mencari pekerjaan yang pas untukku. Semua itu, tujuannya adalah agar keluarga ku bisa berkumpul kembali seperti dulu, hiudp nyaman dan bahagia di kota metropolitan yang gemerlap.

ANAKKU TERNYATA ANAK GENDERUWO

Gara-gara ingin mempunyai seorang anak, sepasang suami isteri yang sudah belasan tahun menikah rela bersekutu dengan genderuwo. Namun akhirnya, penyesalan jualah yang mereka dapatkan....

Kisah mistis ini dialami oleh paman dari sahabat Penulis, yang bertempat tinggal di daerah Blitar, Jawa Timur. Demi melindungi nama baik mereka, sahabat penulis meminta supaya nama pelaku disamarkan. Berikut ini adalah kisah mistis lengkap mereka...:
Setelah tiga belas tahun menikah, Ngadiyono dengan Sulastri belum juga dikaruniai seorang anak. Sudah tak terhitung banyaknya dokter ahli kandungan yang mereka datangi demi mewujudkan impian mereka memiliki momongan. Bahkan puluhan orang pintar pun telah mereka sambangi demi mimpi yang sama. Namun semua usaha yang melakukan lakukan belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Karena mimpi yang mereka dambakan tak juga terwujud jadi nyata, pasangan suami isteri Ngadiyono dan Sulastri pun tenggelam dalam rasa keputusasaan, bahkan akhirnya hanya bisa pasrah terhadap nasib. Hingga suatu ketika datanglah salah seorang paman Sulastri yang bernama Pakde Ngatmin yang berasal dari Kediri. Kepada Pakdenya, Sulastri dan Ngadiyono menceritakan keresahan yang mereka alami.
Setelah mengetahui penderitaan yang dialami oleh keponakannya, Pakde Ngatmin memberitahukan bahwa ada suatu tempat kramat di wilayah Jawa Timur yang mungkin saja bisa mewujudkan impuan mereka. Tempat semacam punden kuno.
"Banyak orang minta berkah di tempat kramat ini agar mempunyai anak. Menurut cerita yang Pakde dengar, kabarnya banyak yang berhasil," tegas Pakde Ngatiman.
Walaupun Pakde-nya telah membicarakan kekeramatan punden tersebut, Ngadiyono sama sekali tidak tertarik. Pikirnya, dokter dan orang pinter saja sudah dia datangi dan tak berhasil, apalagi hanya sebuah tempat keramat. "Mustahil!" bantahnya dalam hati.
Karena omongannya tak ditanggapi oleh Ngadiyono, Pakde Ngatmin malah membujuk keponakannya, Sulastri, agar mau bertirakat di punden kramat tersebut, dan mohon kepada yang mbaurekso agar bisa diberi momongan anak.
"Apa kamu tidak ingin punya keturunan, sedangkan usia perkawinanmu sudah belasan tahun. Kalau suamimu tidak mau biar kamu saja yang tirakat disana. Nanti alamatnya Pakde kasih tahu," bujuk Pakde Ngatiman.
Mendengar bujukan dan nasehat pamannya itu, Sulastri mulai tergoda. Sebagai wanita dia sudah tentu ingin sekali mempunyai anak keturunan.
Demikianlah, detelah Pakde-nya pulang ke Kediri, Sulastri membicarakan keinginannya untuk bertirakat di punden keramat tersebut kepada suaminya. Namun, Ngadiyono menolaknya dengan alasan dokter dan paranormal saja tak banyak membantu apalagi tempat keramat. Lagi pula dia takut terjebak kemusyrikan dengan memuja sebuah tempat keramat.
"Lebih baik pasrah dan berdoa saja kepada Tuhan!" tegas Ngadiyono membuat isterinya terdiam.
Namun Sulastri tidak berputus asa. Keinginannya yang sangat kuat untuk mempunyai anak memaksanya untuk terus menerus mendesak suaminya agar mau menemaninya bertirakat di punden keramat tersebut.
Ngadiyono yang semula bersikukuh tetap menolak ajakan isterinya akhirnya luluh hatinya, ketika Sulastri memintanya dengan linangan air mata. Dia tak tega melihat isterinya bersedih.
Akhirnya, dengan berat hati Ngadiyono menyetujui usulan isterinya untuk bertirakat di punden keramat tersebut. Setelah mendapat cuti dari tempat kerjanya Ngadiyono beserta isterinya pergi menuju Jawa Timur. Mereka mampir ke rumah pamannya yaitu Pakde Ngatmin untuk dimintai alamat serta denahnya.
Setelah menginap semalam di rumah Pakde-nya, keesokan paginya mereka berdua menuju ke punden keramat tersebut. Di dalam perjalanan mereka mengira tempat yang akan mereka kunjungi adala sebuah makam keramat, namun ternyta bukan. Punden tersebut hanya sebuah onggokan batu besar yang sekelilingnya terdapat pohon-pohon besar dan tua yang menyeramkan.
Singkat cerita, setelah mendapat wejangan dari juru kunci punden, mereka berdua diharuskan tirakat di tempat tersebut dengan membakar kemenyan. Ini dilakukan selama semalaman.
Mereka berduapun menyanggupi persyaratan tersebut. Dan malam itu juga mereka melakukan ritual pemujaan di punden keramat itu. Bersama malam yang kian larut, mereka berdua pun ikut larut dalam semedi yang kian khusuk. Dinginnya malam dan semilir angin menerpa tubuh mereka. Ada perasaan takut dan ngeri di hati mereka. Namun karena tujuan telah bulat, maka perasaan itu pun mereka buang jauh-jauh.
Di tengah keheningan malam itu, mata Ngadiyono seakan mulai meredup dan tak sanggup menahan rasa kantuk yang amat sangat. Secara tak sadar dia pun mulai tertidur pulas, sementara Sulastri masih asyik dengan semedinya. Entah apa yang terjadi....
***

Beberapa bulan setelah melakukan ritual pemujaan di punden keramat, aneh bin ajaib, Sulastri memang hamil. Dia merasa sangat bahagia, begitu pula dengan Ngadiyono. Ya, mereka bedua merasa bahagia karena impian untuk mempunyai keturunan akan terwujud menjadi kenyataan. Tapi dibalik rasa bahagia itu hati Sulastri sebenarnya bergidik menahan ngeri bila mengingat peristiwa malam itu. Inilah kejadian yang sebenarnya...:
Tatkala suaminya tertidur pulas malam itu, dia didatangi sosok makhluk hitam tinggi besar. Makhluk seram itu mendatanginya dengan senyuman yang menyeringai. Namun entahlah, Sulastri bagaikan terhipnotis oleh senyuman makhluk itu.
Dan yang lebih aneh lagi, Sulastri diam saja ketika makhluk hitam seram itu menggumuli dan menikmati tubunya. Saat itu juga makhluk itu berkata sambil berbisik lirih, "Sulastri, aku akan menitiskan anakku ke dalam rahimmu!"
Sulastri diam membisu. Dia bahkan begitu bergairah dengan permainan makhluk yang sangat menjijikan itu.
Begitulah. Sulastri sengaja merahasiakan peristiwa tersebut kepada suaminya. Dia takut Ngadiyono marah besar bila mendengar cerita ini. Ya, siapa sih yang rela isterinya disentuh oleh orang lain, terlebih berwujud makhluk menyeramkan.
Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa usia kandungan Sulastri mencapai sembilan bulan lebih. Semestinya, sang jabang bayi sudah berkendak dilahirkan ke dunia. Namun, memang aneh, hingga usia sepuluh bulan tanda-tanda kelahiran itu belum juga nampak.
Karena merasa takut ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada diri isterinya, Ngadiyono segera memeriksakan kandungan Sulastri ke dokter spesialis kandungan. Menurut hasil pemeriksaan dokter, tak ada kelainan yang dialami Sulastri maupun bayi yang di kandungnya. Janin itu masih dalam keadaan sehat dan tak perlu merasa khawatir dengan keterlambatan persalinan.
Merasa tidak puas dengan jawaban dokter, Ngadiyono membawa isterinya ke dukun beranak. Setelah diperiksa, hasilnya pun sama, yaitu Sulastri dan anak yang dikandungnya masih dalam keadaan sehat.
Di usia kandungannya yang memasuki bulan ketiga belas, Sulastri merasa purutnya amat mules. Karena keadaannya mendesak Ngadiyono tak sempat membawa isterinya ke rumah sakit, namun dia segera membawa isterinya ke dukun beranak yang berada dekat sekitar rumahnya.
Menjelang tengah malam, hati Ngadiyono merasa resah dan tak menentu menanti kelahiran anak pertamanya. Beberapa saat kemudian terdengar tangisan seorang bayi dari arah dalam kamar. Kemudian disusul suara jeritan rasa kesakitan dan suara itu berasal dari suara dukun beranak.
Karena merasa penasaran, Ngadiyono segera masuk menuju kamar bersalin itu. Namun, betapa kagetnya dia saat itu. Apa yang terjadi? Ngadiyono menyaksikan sesosok bayi berwarna hitam legam dengan ditumbuhi bulu yang lebat tengah menyedot darah yang keluar dari leher si dukun beranak. Sementara itu Sulastri nampak jatuh pingsan.
Merasa ketakutan, saat itu juga, Ngadiyono berteriak meminta pertolongan. Demi mendengar teriakan itu makhluk kecil itu menatap Ngadiyono dan berkata, "Ngadiyono aku bukan anakmu, tapi aku adalah titisan genderuwo, yang dititiskan melalui isterimu!"
Makhluk itu tertawa menyeringai, kemudian berlari melompat jendela yang terbuka dan menghilang.
Beberapa lama kemudian, masyarakat yang mendengar teriakan Ngadiyono pada berdatangan. Mereka semua terkejut mendapati dukun beranak yang telah mati mengenaskan, dan merasa heran demi mendapati Sulastri yang tengah pingsan sehabis melahirkan. Begitu pun dengan Ngadiyono yang terkulai lemah di atas lantai, tak sadarkan diri.
Sebagian dari para tetangga itu segera mengurus jenazah si dukun beranak, dan sebagian lagi segera membawa Sulastri ke rumah sakit.
Seminggu setelah kejadian itu, keadaan Sulastri mulai membaik. Sambil berurai air mata dia menceritakan pengalaman seramnya ketika berada di punden keramat sewaktu suaminya tertidur. Ngadiyono menyimak dengan batin yang perih.
Sulastri menyesal dengan kejadian itu dan meminta maaf kepada suaminya. Ngadiyono pun memaafkan isterinya dan berusaha agar sabar menahan cobaan.
Mungkin memang Tuhan belum mengizinkan atau belum memberi mereka keturunan. Yang terpenting mereka berdua harus memohon ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kerena mereka telah melakukan kemusyrikan dengan melakukan pemujaan di punden keramat tersebut.

Selasa, 16 Agustus 2011

KEMBALI KE JALAN ILLAHI SETELAH PENGALAMAN DICULIK HANTU KERANDA MAYAT

Selama seminggu dia tak sadarkan diri setelah tubuhnya ditemukan di atas kuburan. Pengalaman bertemu hantu itu membuatnya kembali ke jalan Allah....

Banyak orang yang tidak percaya adanya makhluk halus seperti Genderuwo, Kuntilanak, Jin dan sejenisnya. Tapi banyak pula orang yang percaya dan yakin bahwa mereka itu ada. Dan salah satu orang yang percaya adanya makhluk halus itu adalah aku (Penulis)).

Dulunya, aku tidak percaya sama sekali tentang kisah-kisah berbau hantu. Namun hal itu berubah setelah aku sendiri mengalami sebuah peristiwa yang sangat menyeramkan, sekaligus mengerikan. Pengalaman ini pula yang sekaligus memberiku hidayah untuk kembali menjalankan segala perintah Allah SWT. Ya, sejak peristiwa ini aku kembali rajin menjalankan sholat baik wajib maupun sunnat, padahal sebelumnya aku termasuk pemuda yang berandalan. Karena pengalaman ini pula setiap malam aku kian rajin membaca Al Qur'an.
Kisah mistisku ini terjadi di bulan Mei tiga tahun silam. Tepatnya malam Minggu Kliwon, tanggal 23 Mei 2004 yang lalu. Dan sampai sekarang kejadian ini masih membekas jelas di ingatanku. Mungkin ini akan menjadi sebuah pengalaman mistis yang menakutkan sepanjang hidupku.
Sebagai pemuda yang masih lajang, setiap malam Minggu, aku paling suka menonton hiburan dangdutan, yang ditanggap orang yang sedang mengadakan pesta hajatan. Baik itu di kampungku ataupun di kampung-kampung tetangga. Selain sekedar mencari hiburan, siapa tahu ada gadis yang mau denganku untuk kujadikan pacar. Biasanya kami selalu pergi berombongan dengan mengendarai sepeda motor.
Ceritanya, malam itu terpaksa aku pulang sendirian dari menonton acara dangdutan di kampung seberang. Jarak kampungku dengan kampung seberang kurang lebih 2 Km. Jalan penghubung satu-satunya dari kampungku ke kampung seberang harus melalui perkebunan karet.
Entah mengapa kampung itu disebut kampung seberang. Menurut orang-orang tua, di kampungku karena letaknya di seberang sungailah, maka disebut kampung seberang.
Semua teman-temanku malam itu sudah pulang duluan. Sebenarnya salahku sendiri, karena sebelumnya kami sudah sekapat, jam setengah dua belas malam harus sudah berkumpul di satu tempat yang sudah disepakati untuk pulang bersama-sama. Karena keasyikan menonton acara dangdutan, hingga aku lupa pada kesepakatan itu. Mungkin, karena ditunggu-tunggu sampai pukul dua belas aku belum muncul juga, akhirnya teman-temanku memutuskan untuk pulang saja. Semua teman-temanku mengira, aku sudah pulang duluan.
Sialnya, malam itu aku tidak membawa kendaraan sendiri. Sewaktu pergi tadi, aku dibonceng sepeda motor temanku.
Dengan perasaan jengkel, kuputuskan pulang sendirian saja dengan berjalan kaki. Apalagi jarak kampungku tidak begitu jauh. Perasaan takut tak jadi masalah bagiku. Dari kecil aku tak pernah kenal dengan yang namanya takut. Apalagi dengan hantu, aku sama sekali tidak mempercayainya.
Suara jangkrik mengiringi langkahku menyusuri jalanan yang sunyi. Sesekali suara burung hantu terdengar di kejauhan. Pohon-pohon karet berdiri membisu berjajar di kiri-kanan jalan. Untung saat itu bulan sedang purnama, hingga keadaan jalan tidak begitu gelap.
Untuk mengusir kesunyian, sengaja aku bersiul-siul menyanyikan lagu kegemeranku. Anehnya, begitu sampai di tengah-tengah perkebunan karet, entah mengapa tiba-tiba saja badanku merinding. Kulihat jam di tanganku menunjukkan pukull satu malam.
Tiba-tiba sebatang cabang kayu yang cukup besar jatuh tepat di depanku. Suaranya mengejutkanku hingga jantungku hampir copot.
"Satu langkah lagi, habislah aku," batinku.
Karena menghalangi jalan, kucoba untuk menyingkirkan cabang kayu itu kesamping. Belum lagi cabang kayu itu berhasil kusingkirkan, tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan. Nyaring sekali. Hati kecilku berkata, "jangan-jangan ini Kuntilanak!"
Kuperhatikan sekelilingku tetapi tidak ada apa-apa. Kembali suara tawa cekikikan itu terdengar. Kuperhatikan kembali sekelilingku. Tapi tetap tidak ada apa-apa. Hanya pepohonan karet yang berdiri mematung tertimpa cahaya bulan.
Lagi-lagi suara tawa cekikikan itu terdengar. Kali ini malah lebih keras dan berulang-ulang. "Benar ini pasti Kuntilanak!" kataku dalam hati.
Karena suara tawa itu terus saja terdengar, bukanya takut malah timbul rasa jengkelku. Dengan penuh emosi, aku berteriak menantang.
"Heiii...Kuntilanak! Jangan ganggu aku. Kalau berani jangan sembunyi-sembunyi, tunjukkan wujudmu. Kau pikir aku takut, dasar setan. Keluar kau!"
Begitu aku selesai berteriak, suara tawa itu pun berhenti. Karena dari kecil aku dikenal sebagai anak yang pemberani menghadapi keadaan seperti ini, tidak ada setitik pun rasa takut di benaku. Malah timbul rasa penasaranku. Seperti apa sih Kuntilanak itu. Kutunggu beberapa saat, tapi suara tawa itu tidak terdengar lagi.
Dengan perasaan jengkel kembali aku bermaksud melangkahkan kakiku. Tapi belum sempat kakiku melangkah, tiba-tiba bahuku ada yang menepuk dari belakang, diiringi sapaan suara perempuan. "Baaang!"
Dengan terkejut, buru-buru kuputar badanku menghadap kebelakang.
Seorang perempuan dengan wajah tertunduk berdiri tepat di belakangku. Entah darimana datangnya. Buru-buru aku mundur beberapa langkah ke belakang, sambil terus memperhatikan perempuan itu. Kulihat baju putih panjangnya menutupi kaki dan tangannya.
Dan tiba-tiba saja tercium bau bunga kantil. Belum sempat aku bertanya pada perempuan itu, tiba-tiba dengan berlahan-lahan perempuan itu menengadahkan mukanya. Di keremangan malam, kulihat wajah perempuan itu pucat sekali. Kedua matanya bolong. Dan dari kedua lubang matanya, memancar sinar merah. Rambutnya acak-acakan.
Spontan rasa takut menyergapku. Baru kali ini aku merasakan ketakutan. Jantungku berdebar kencang manakala secara tiba-tiba perempuan itu tertawa cekikikan sambil memperlihatkan taringnya. Lalu kedua tangannya diacungkan padaku, seolah ingin mencekikku. Kembali aku dibuat terkejut. Ternyata jari-jari tangannya tinggal tulang semua.
"Kun...Kun...Kuntilanak!!" teriakku dengan tergagap. Tanpa pikir panjang lagi kuambil langkah seribu.
Melihat aku lari, Kuntilanak itupun ikut berlari mengejarku. Sekilas dapat kulihat tubuhnya melayang-layang terbang, dengan suara cekikikannya yang mengerikan.
Dengan sekuat tenaga kupercepat lariku. Tapi Kuntilanak itu terus saja mengejarku dengan disertai suara tawanya yang menakutkan. Sementara rasa takut yang kurasakan, semakin menjadi-jadi. Baru kali ini aku merasakan takut yang teramat sangat.
Di saat genting itu, tiba-tiba ada cahaya lampu dari depanku. Begitu ada cahaya lampu, suara tawa Kuntilanak itupun hilang. Dengan terengah-engah kuhentikan lariku. Kulihat ke belakang ternyata benar Kuntilanak itu sudah menghilang. Mungkin karena takut dengan cahaya lampu itu, pikirku.
Sambil mengatur nafas, kutunggu cahaya lampu yang kukira lampu sepeda motor itu mendekat. Kupikir mungkin salah seorang temanku yang ingin menjemputku. Tapi semakin dekat cahaya lampu itu ke arahku, ternyata bukan suara sepeda motor yang terdengar. Justru bau kemenyan dan bunga kantil yang menusuk hidung. Kembali rasa takut mulai menjalariku.
Begitu cahaya lampu itu tiba di depanku, aku pun nyaris pingsan dibuatnya. Astaga! Ternyata cahaya itu adalah rombongan hantu pengusung keranda mayat. Mereka berjalan tanpa menginjak tanah. Badanku seolah tidak berdarah lagi. Jantungku berdegup kencang.
Keberanian yang dulu kubangga-banggakan hilang sudah. Dengan amat jelas kulihat satu orang tanpa kepala dengan leher berlumuran darah, membawa lampu berupa bulatan cahaya yang sangat terang.
Empat orang pengusung keranda mayat, mukanya hancur semua. Dengan badan dipenuhi bercak-bercak darah di sana-sini. Sementara orang-orang yang mengiringi di belakang, tubuhnya juga tidak ada yang utuh.
Mataku melotot tidak bisa dikedipkan. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengerikan sekali.
Tiba-tiba, rombongan pengusung keranda mayat itu berhenti saat lewat di depanku. Lalu secara serentak makhluk-makhluk mengerikan itu memalingkan wajahnya dan menatap ke arahku.
Rasa takut yang kurasakan semakin menjadi-jadi. Nafasku memburu karena menahan takut. Wajah-wajah makhluk itu sangat mengerikan. Mereka menatapku dengan tajam. Lalu salah seorang datang mendekatiku. Wajah berlumuran darah mengerikan. Salah satu matanya menggantung keluar hampir copot. Isi perutnya terburai keluar. Dengan jalannya yang seperti robot, makhluk itu mendekatiku.
Ingin rasanya aku lari, tapi kedua kakiku tidak dapat digerakkan. Lalu dengan cepat tangan makhluk itu mencengkeram bahuku. Kucoba meronta melepaskan cengkeramannya. Tapi tidak berhasil. Tenaga makhluk itu sangat kuat sekali. Tubuhku diangkatnya dengan mudah. Lalu dengan cepat tubuhku dilemparkan kearah keranda mayat.
Tubuhku melayang menuju keranda. Dengan tiba-tiba pula, penutup keranda itu terbuka sendiri. Lalu dengan telak tubuhku jatuh ke dalam keranda itu. Dengan cepat penutup keranda itupun menutup kembali.
Aku sudah di dalam keranda, meronta-ronta kesana kemari. Dengan sekuat tenaga kucoba membuka penutup keranda itu. Tapi sungguh sangat sulit.
Aku coba berteriak meminta pertolongan. Tapi tak ada satu katapun yang bisa keluar dari mulutku. Bagai tikus terkena perangkap, aku terus saja meronta-ronta kesana-kemari. Sambil terus berusaha membuka penutup keranda, tapi usahaku sia-sia.
Lalu dengan bersamaan, makhluk-makhluk itu tertawa mengerikan. Kemudian mereka mulai lagi berjalan dengan membawaku, yang terus meronta-ronta. Karena dicekam rasa takut yang teramat sangat, ditambah tenagaku yang semakin lemah, akhirnya aku pun jatuh pingsan. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi.
***

Sayup-sayup kudengar suara orang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sesekali diiringi suara orang memanggil-manggil namaku. Dengan berlahan-lahan kucoba membuka mataku. Kulihat disamping kananku ada Pak Haji Ismail yang tengah khusuk membaca Al-Qur'an. Sementara di samping kiriku, kulihat Ibuku yang tengah memandangiku dengan kedua matanya yang sembab, menandakan kalau Ibuku habis menangis.

Begitu melihat aku membuka mata, langsung Ibuku memelukku dan menciumi pipiku sambil terus menangis.
"Alhamdulillah Ya Allah, kau sudah sadarkan diri, Anakku. Terima kasih ya Allah," ratap Ibuku berkali-kali.
Ayahku yang duduk di samping Ibuku, segera menenangkan Ibuku yang terus menangis memelukku. Sementara aku hanya diam. Aku bingung, apa sebenarnya yang telah terjadi denganku.
Pak Haji Ismail yang sedari tadi duduk di sampingku membaca Kalam Illahi, dengan senyumnya yang teduh menyuruhku meminum segelas air putih yang sudah disediakan.
"Sudah satu minggu kamu pingsan, Mat! Kamu ditemukan tergeletak pingsan di tengah kuburan." kata Pak Haji menjelaskan.
Mendengar kata kuburan, aku teringat kembali pada kejadian yang menimpaku. Dengan perasaan yang masih diliputi rasa takut, kuceritakan semua kejadian yang kualami dari awal sampai akhir. Semua orang yang hadir di ruangan itu bergidik ngeri mendengarkan ceritaku.
Sejak kejadian itu hingga sekarang, aku kian rajin mendekatkan diri pada Allah SWT. Kukerjakan lagi sholat,
setelah sekian lama kutinggalkan. Kubuka lagi kitab suci Al-Qur'an, setelah sekian lama tidak pernah kubaca. Walaupun kejadian itu masih membuatku trauma pada kesunyian, namun aku kian menyadari bahwa memang ada dimensi kehidupan lain yang diciptakan Allah SWT di samping kehidupan manusia yang nyata ini.
Semoga pembaca semua dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang kualami i
ni.

Kamis, 11 Agustus 2011

PENAMPAKAN HANTU DI DUNIA

Penampakan hantu nyata – Percaya atau tidak, kisah-kisah hantu kerap bertebaran di sekitar kita. Namun yang tercatat dalam legenda cerita hantu tidak banyak. Berikut ini kami sajikan 10 kisah penampakan hantu paling terkenal di dunia. Kisah hantu ini bukan cerita dongeng, karena memiliki banyak saksi, termasuk yang pernah melihatnya adalah para tokoh-tokoh terkenal di dunia. Sebut saja Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris yang terkenal, mengaku bertemu dengan hantu Abraham Lincoln atau Ratu Wilhelmina dari Belanda yang juga mengaku pernah jumpa hantu itu di White House. Salah satu cerita terkenal adalah hantu permaisuri Raja Henry VIII yang tewas dipancung. Hantunya muncul tanpa kepala, atau kepalanya diselipkan di lengannya. Mengerikan.
Berikut ini kisah hantu-hantu itu serta cuplikan sejarah singkatnya. 10 kisah ini dipilih karena paling banyak saksinya.Seperti diketahui, semakin banyak saksi maka kisah ini akan semakin berbobot, dan dipercaya kebenarannya. Jadi, jangan mengira ini hanya cerita imajinasi belaka.

1.Anne Boleyn, Pemaisuri Raja Henry VIII yang Tewas Dipancung

Anne Boleyn adalah istri kedua dari Raja Henry VIII dan juga ibu moyang dari Ratu Elisabeth I. Anne Boleyn sempat tiga tahun menjadi pemaisuri Raja Henry, sebelum akhirnya raja mencampakkannya karena bosan. Untuk menyingkirkan pemaisuri bukan hal yang mudah, harus dengan alasan kuat. Maka dibuatlah tuduhan bahwa pemasuri Anne Boleyn telah melakukan perzinahan, inses dan sihir. Para sejarawan percaya bahwa semua tuduhan itu adalah palsu. Tuduhan-tuduhan berat ini menghantar pemaisuri yang malang ini ke hukuman pancung. Dengan kepala yang terangkat tinggi, pedang algojo pun menebas lehernya, dan tamatlah hidup Anne Boleyn. Peristiwa bersejarah itu terjadi 19 Mei 1536.
Sejak itu dikabarkan hantu Anne gentayangan dan kerap menampakan diri di sejumlah tempat berbeda. Di antaranya; Hever Castle, Blickling Hall, Gereja Salle, Marwell Hall, tapi yang paling terkenal dan sering muncul adalah penampakan di Tower of London. Banyak yang merasa telah melihat penampakan hantu sang ratu. Beberapa melihatnya sama seperti ketika ia masih hidup, cantik dalam gaun yang indah. Tapi yang tidak beruntung, akan melihat hantunya tanpa kepala, kepalanya diselipkan di lengannya,.Penampakan ini telah menjadi semacam icon dalam film parody atau acara televise, orang menggunakannya sebagai kostum Halloween.

2.Abraham Lincoln

Cerita Abraham Lincoln ini telah menjadi terkenal dan melenggenda. Dikabarkan, beberapa waktu sebelum ia tewas dibunuh, Lincoln sempat menceritakan mimpinya yang aneh pada anggota kabinetnya. Lincoln bercerita bahwa ia bermimpi masuk ke sebuah rumah pemakaman berwarna putih. Di sana dia bertemu dengan seorang pelayat. Ia bertanya tentang orang yang mati itu. Dijawab,” Presiden..orang itu mati karena dibunuh”. Dikemudian hari, ternyata Lincoln tewas dibunuh. Apakah mimpi itu pertanda peristiwa yang akan menimpanya dikemudian hari. Bahwa, jenazahnya lah yang telah dia lihat. Cerita mimpi Lincoln ini telah menjadi terkenal dan melegenda, diceritakan secara turun temurun.
Arwah Lincoln mungkin penasaran karena meninggal tak wajar. Kerap kali hantunya muncul di sejumlah tempat di White House, Istana Kepresidenan Amerika. Banyak pengunjung White House maupun penghuninya, melihat penampakan hantu Lincoln.Sejumlah tokoh terkenal pun mengaku pernah melihat hantu Lincoln di antaranya, First Lady Grace Coolidge, Ratu Wilhelmina dari Belanda, bahkan Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris yang terkenal.
Bahkan Churchill bercerita, suatu ketika ia baru saja habis mandi, badannya terasa segar, ia berjalan menuju kamar tidur. Alangkah terkejutnya ia ketika memandang ke perapian, tampak Abraham Lincoln berdiri di dekat perapian.Churchill otomatis menyapa,” Selamat malam Mr Presiden!”. “Anda sepertinya dalam posisi yang kurang menguntungkan”, tambah Churchill lagi. Hantu Lincoln hanya tersenyum lembut, kemudian menghilang. Entah benar atau tidak kisah Churchill ini namun yang pasti ada banyak orang yang mengaku telah melihat hantunya.
3.The Flying Dutchman


Peristiwa ini konon terjadi tahun 1641 ketika Hendrik van der Decken bersumpah akan mengelilingi Tanjung Harapan hingga kiamat. Sejak itu sosoknya tak pernah terlihat lagi. Nasibnya pun tak diketahui. Namun banyak saksi mengatakan, bahkan berani bersumpah, mereka sering melihat kapan si kaptel yang dikenal dengan sebutan, The Flying Dutchman, tiba-tiba berada di perairan sekitar sana, lalu menghilang. Kadang kapal hantu itu begitu dekat dengan kapal mereka sehingga mereka bisa melihat jelas. Para pelaut menyebut, penampakan kapal hantu The Flying Dutchman, sebagai suatu pertanda buruk bagi kapal yang melihatnya. Bukan karena kapal hantu itu yang mereka takuti, tapi bencana buruk yang bakal menimpa jika melihat penampakan kapal itu.
Sebut saja salah satu contohnya adalah ketika kapal hantu itu muncul dan disaksikan para awak kapal Raja Inggris, George V, pada 1881. Beginilah kesaksian yang ditulis,” Pada pukul 4 AM Flying Dutchman melintasi di depan kami. Sungguh aneh, semua lampu di kapal itu menyala terang benderang berwarna merah, di tengah tengah ada tiang-tiang yang menyala”. Pagi harinya para pelaut yang menjadi saksi mata penampakan Flying Dutchman tewas misterius.
4 Hantu Mary Gentayangan Mencari Mangsa
Jika melintas di timur laut Archer Lane, antara Ballroom dan Pemakaman Willowbrook, di Kehakiman Illinois, orang-orang muda mungkin akan bertemu dengan seorang gadis muda cantik, berambut pirang dengan mata biru indah. Biasanya gadis muda ini menghentikan mobl-mobil yang melintas, meminta tumpangan. Yang tidak tahu, biasanya akan tergoda membawa gadis itu tanpa curiga mengapa dia berada sendirian di jalan sepi.
Lalu, gadis yang mengenakan gaun pesta putih itu menghentikan anda di depan pintu kompleks pemakanan, kemudian menghilang. Inilah kisah hantu penasaran Mary yang meninggal tak wajar pada tahun 1930-an. Hantu Mary ini telah menjadi legenda dan kabarnya masih tetap menampakkan diri hingga kini di kawasan itu. Uniknya, semua saksi korban bercerita tentang kejadian yang sama.
Salah satu kesaksian adalah terjadi tahun 1973, seorang sopir taksi bertanya pada petugas di Chet’s Melody Lounge yang berada di seberang jalan kompleks pekuburan itu, dia menanyakan, ada seorang gadis yang naik taksinya, namun dia turun begitu saja dan tidak membayar ongkos. Ini menandakan hantu Mary tetap beraksi puluhan tahun telah beralalu sejak kematiannya.

5 . Hantu Dalam Cermin di Perkebunan Myrtles

Ini adalah legenda tentang seorang budak yang tinggal di rumah perkebunan Myrtles di St Francisville, Louisiana. Namanya Chloe. Ia punya kebiasaan buruk mengintip kejadian-kejadian yang terjadi di rumah tuannya lewat lubang kunci. Suatu ketika, kebiasaan buruknya terungkap, dia tertangkap basah oleh tuannya. Hukumannya, sungguh anda bisa bayangkan sendiri, dia dianiya habis habisan, telinganya dipotong. Untuk menutupi lukanya, dia harus memakai syal hijau di kepalanya. Rupanya Chloe tidak terima, dendamnya membara.
Ia membuat kue panggang di atas daun oleander, tanaman asal daerah selatan yang dikenal sangat beracun. Sasaran si budak adalah, tuan yang menyiksanya akan memakan kue itu dan mati. Tapi ternyata yan memakannya adalah istri tuannya juga dua anak perempuan mereka. Kontan, setelah memakan kue-kue itu, mereka pun pingsan dan akhirnya meninggal dalam kesakitan.
Setelah perbuatan kejamnya, Chloe kabur, namun tertangkap, dan dia pun digantung di tengah lapangan disaksikan para budak perkebunan itu.
Tapi tidak ada bukti sejarah yang mendukung cerita ini, hanya ada sebuah foto menarik. Bisa jadi benar bisa juga tidak. Tapi konon sejak kejadian itu, katanya, penampakan hantu perempuan kerap muncul di daerah itu.
Tapi tentu ada banyak hantu berkeliaran, termasuk hantu seorang gadis muda yang sering muncul di cermin yang ditaruh di tangga. Rumah perkebunan Myrtles kini menjadi tempat wisata hantu. Bed and Breakfast memberikan layanan pemandu tur bagi wisatawan yang penasaranan ingin melihat rumah tersebut pada malam yang gelap. Mau? 

6.Hantu Wanita Gaun Putih di Balete Drive, Filipina

Ternyata Filipina punya hantu yang terkenal di dunia, orang menyebutnya White Lady. Penampakan hantu wanita berpakaian gaun panjang berwarna putih, memang menjadi penggambaran umum kebanyakan hantu perempuan di dunia. Namun hantu perempuan yang satu ini memiliki ‘keisitimewaan’ itulah yang membuatnya terkenal. Hantu itu ada di Quenzon City, Filipina.
Di Filipina sendiri, kisah hantu berjubah putih itu masih kontroversi, ada yang percaya tapi ada juga yang menganggapnya tipuan semata. Namun mayoritas penduduk mempercayai hal ini karena mengaku banyak yang melihat penampakannya.
Cerita yang berkembang adalah, hantu perempuan itu kerap berdiri di tengah jalan di Balete Drive, berambut hitam panjang, wajah kosong, tubuh berlumuran darah. Jadi disarankan, jika anda jangan melintasi jalan itu pada malam hari. Kalaupun terpaksa, jangan biarkan mobil anda kosong, pastikan semua kursi terisi penumpang.Rupanya dari pengalaman para korban ‘Lady White’ ini, dia selalu muncul dan duduk di kursi yang kosong! Hati-hatilah!

7 .Clifton Hall

Rumah kuno dan indah Clifton Hall di Nottinghamshire, Inggris, terkenal sangat berhantu. Konon property ini sudah ada sejak abad ke-11 kemudian menjadi milik keluarga Clifton pada abad ke 13 sampai akhirnya dijual pada 1958. Bangunan ini telah berkali-kali berganti fungsi, sempat beberapa kali menjadi sekolah, kemudian menjadi apartemen mewah, sebelum akhirnya menjadi rumah pribadi.
Adalah seorang kaya bernama Anwar Rashid, membeli rumah mewah itu. Ia bersama istri dan empat anaknya tinggal di sana. Rumah itu memang luar biasa besar, memiliki 17 kamar tidur, 10 kamar mandi, 10 ruang tamu, tempat olah raga juga bioskop. Sebagai sebuah rumah, bangunan ini memang sangat lengkap dan mewah. Bukan hanya fasilitas itu saja yang dimiliki rumah itu, tapi juga ternyata sejumlah hantu senang tinggal di sana. Sayangnya, mereka (hantu) itu selalu mengganggu siapapun manusia yang tinggal di sana. Itulah yang dialami keluarga Anwar Rashid, pemilik rumah.
Hantu itu tidak menunggu lama untuk membuat kekacauan pada keluarga ini. Pada hari pertama keluarga Rashid tinggal, gangguan sudah muncul. Dimuali dari ketukan pada pintu, dan suara seorang laki-laki tanpa wujud, yang menyapa,”Hallo siapa di sana”. Peristiwa selanjutnya,pada pukul 5 pagi, istri Anwar, Nabila, turun untuk mempersiapkan suisu untuk anak mereka yang baru berusia 18 bulan. Sampai di sebuah ruangan, dia melihat anak tertuanya, tampak duduk di depan televise.

Nabila sempat menegur anaknya, tapi anak itu tidak menoleh, juga tidak memberi jawaban. Merasa perasaannya jadi tak enak, bulu kuduknya meremang, bergegas, dia mendatangi kamar anak tertuanya untuk memeriksa, ternyata sang anak tampak sedang terlelap pulas. Lalu siapa yang berada di depan televise?
Dengan ketakutan ia pun melaporkan kejadian mengerikan itu pada suaminya. Keluarga ini bertahan selama 8 bulan, lalu Rashid hengkang dari rumah hantu itu. Desas desus yang beredar, orang sering kali mendengar suara tangisan bayi, tampak juga ada wanita yang terlihat dari jendela berjalan mondar mandir di sebuah ruangan yang telah ditutup bata dan tidak dapat diakses lagi.

8. Hantu Perempuan Bermata Bolong di Raynham Hall 

Raynham Hall di Norfolk, Inggris, adalah rumah bagi subjek dari salah satu foto hantu paling terkenal yang pernah tertangkap., Brown Lady, begitu orang menamainya, karena hantu perempuan itu selalu muncul mengenakan gaun berwarna coklat. Masyarakat meyakini itu adalah hantu Lady Dorothy Walpole, adik dari Sir Robert Walpole, yang menikah dengan Charles, 2nd Viscount Townshend pada tahun 1713. Dia meninggal secara misterius pada tahun 1726, dan penampakan-nya dimulai tak lama setelah itu.
Sejak potret penampakannya diambil tahun 1936, laporan tentang pemunculan hantu bergaun coklat itu menurun drastic. Beberapa cerita tentang penampakan hantu itu, yang paling terkenal adalah kesaksian Major Loftus, ia tinggal di Raynham Hall pada 1849. Pada suatu malam, Mayor Loftus dan temannya, Hawkins melihat seorang wanita bergaun coklat berada di rumahnya. Ketika didekati, wanita itu menghilang. Bukannya takut, Loftus malah penasaran. Besoknya, ia kembali ke ruangan itu, ia ingin melihat apakah wanita itu akan muncul lagi. Ternyata benar, hantu wanita itu muncul lagi. Hanya saja, sekarang dia menjadi ngeri luar biasa, karena ketika ia menatap wajah hantu itu, dua matanya bolong.
9. Ghosts of the Stanley Hotel

Berbicara tentang Stanley Hotel, tak dapat melupakan kisah-kisah hantu di dalamnya. Stanley Hotel Este Park, Colorado, dan kisah hantu-hantunya telah terkenal di seluruh dunia. Namun, tetap saja ada yang mengingap di sana. Ya, tentu saja, mereka adalah pengunjung yang tidak tahu tentang hotel angker itu. Para karyawan bercerita bahwa mereka kerap mendengar seperti ada pesta besar di Ballroom, padahal di sana tidak ada aktivitas apapun. Laporan para pengunjung yang menginab di hotel itu pun tak kurang banyaknya. Mereka (pengunjung) melihat hantu-hantu itu muncul di kamar mereka, namun hantu itu hanya berdiri mengawasi. Ada juga kesaksian bahwa mereka mendengar seolah ada anak-anak yang bermain di lorong, ketika dilihat, tidak ada siapa pun.Tapi sepertinya lantai empat memiliki paling banyak hantu. Sepertinya di situlah pusat dari hantu hantu itu. Konon, salah satu hantunya adalah Lord Lord Dunraven. Ia adalah pemilik tanah sebelum hotel ini dibangun. Laporan yang ada tentang penampakan hantu Lord Dunraven adalah ia sering terlihat berdiri diam di tengah tempat tidur, atau ia tampak melihat keluar jendela kamar 407. Lord Dunraven dituduh atas hilangnya perhiasan-perhiasan juga barang-barang hotel selama bertahun tahun.
10.Hantu Kate Morgan di Hotel del Coronado

The Hotel del Coronado adalah bangunan bergaya Victoria, terletak di pantai selatan California, selatan San Diego.Kisah ini bermula pada 24 November 1892, seorang gadis muda check-in di hotel tersebut. Ia tampak sangat kesakitan, dan hanya berdiam diri di kamar hotel. Spekulasi yang beredar, ketika itu ia meminum banyak obat kina dalam upayanya menggugurkan kandungannya.
Pada tanggal 29 November, dia ditemukan tewas dengan sebuah lubang peluru di pelipisnya. Ia ditemukan di tangga luar yang menuju ke pantai.Di dekat tubuhnya, ada pistol yang tergeletak. Dugaan yang muncul, ia bunuh diri. Sejak saat itu, fenomena aneh telah dilaporkan terjadi di hotel itu seperti: suara-suara aneh, lampu berkedip-kedip dan mematikan, dan bahkan kadang-kadang hantu wanita berpakaian zaman Victoria berkeliaran di lorong-lorong.

VAGINA ISTERIKU DIHUNI LINTAH HIJAU

Kisah mistis ini sungguh menggetarkan perasaan. Bagaimana bisa vagina seseorang dihuni oleh seekor binatang berupa Lintah Hijau? Apakah ini penyakit, atau mungkin kutukan...?

Ketika kakiku menginjak Bumi Lambung Mangkurat, hatiku langsung terpaut erat di sana. Alamnya yang gemerlap indah dan masih perawan, sungguh telah menawan hatiku. Sungai-sungai, hutan, rawa-rawa, dan bukit-bukitnya begitu elok dan membuatku serasa telah menemukan dunia baru.
Aku pun semakin terikat erat dengan Lambung Mangkurat begitu berkenalan dengan Emalia, seorang gadis Dayak Manyan yang telah merampas jiwaku. Aku begitu mencintai gadis ini, bahkan mungkin dialah cinta pertamaku yang sebenarnya. Karena itu aku ingin segera menikah dengan Emalia, tetapi kawan-kawanku melarang atau paling tidak memperingatkan agar aku berpikir ulang untuk mewujudkan niat itu.
"Emalia bukan seorang gadis, dia tidak perawan lagi!" kata Bonar, mengingatkan.
"Walau Emalia seorang janda, apa salahnya? Aku mencintainya," jawabku, tegas
"Masalahnya, dia telah menjanda empat kali. Kalau kau menikah dengannya, dia akan menajdi janda untuk kelima kalinya!" sahut Damai sambil menepuk bahku.
"Jadi, dia telah beberapa kali menikah?" tanyaku keheranan. Terus terang, baru kali ini aku mendengar informasi itu. Walau aku tahu Emilia berstatus sebagai janda, namun kupikir dia baru sekali menikah. Ya, dia cerai mati karena suaminya meninggal akibat suatu penyakit. Demikian yang pernah aku dengar.
"Kau ini selalu ketinggalan kereta. Makanya, sebelum kau memutuskan untuk menikahi Emilia, lebih baik cari dulu informasi agar kamu tidak terjemurus," tambah si Bonar pula.
"Dari mana kalian tahu semua ini?" tanyaku, penasaran.
"Ya, dari mulut ke mulut!" sahut Ripto yang sejak tadi hanya diam saja.
Ah, informasi mengenai status Emilia yang telah menjanda empat kali ini terus terang sangat mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa tinggal diam. Emalia harus kuajak bicara mengenai hal ini. Sebab, jangan-jangan Bonar, Damai, dan juga Ripto hanya ingin memanas-manasiku. Ya, bisa saja mereka bercanda untuk menutup perasaan cemburu.. Kalau ini bernar, sungguh canda mereka sangat keterlaluan.
Hari itu, aku sengaja menemui Emilia dan mengajaknya bicara berdua. Biasanya kami berdua hanya berbincang-bincang di teras rumahnya. Tetapi sekarang aku diajak duduk di sebatang kayu ulin yang tergolek di samping rumah. Di tempat itu kami dapat berbicara tanpa diganggu oleh adik-adiknya yang sangat akrab denganku.
"Abang mau tahu tentan kehidupan masa laluku, bukan?" Emalia mulai membuka pembicaraan. Sepertinya dia sudah bisa membaca perasaanku.
"Bagaimana kau tahu?" tanyaku, heran.
"Setiap calon suami selalu ingin tahu masa lalu calon isterinya. Tidak terkecuali Abang. Ini suatu hal yang wajar, dan aku tidak perlu merasa tersinggung karenanya."
"Benar, Ema. Tapi sebelumnya aku mohon maaf. Semua ini terpaksa aku lakukan, karena aku tidak ingin masa lalumu menjadi kendala kehidupan rumah tangga kita nantinya," jawabku coba bersikap bijak.
"Apa yang ingin Abang ketahui?" tanya Emilia sambil menatapku.
Aku hanya diam tergugu. Batinku sungguh tak tega untuk menanyakan hal yang dipergunjingkan oleh teman-temanku semalam. Aku tak ingin melihat wanita cantik itu bersedih.
"Aku taku apa yang sedang berkecamuk di dalam hati Abang!" kata Emilia seperti menebak. "Ya, pasti Abang sudah mendengar cerita tentang aku yang sudah menikah empat kali? Itu, benar Bang. Aku tidak membantahnya. Dan kalau kita berjodoh, abang adalah suamiku yang kelima. Dan perlu Abang ketahui, keempat suamiku meninggal setelah menikahiku. Paling lama hanya tiga bulan. Itupun mereka hanya berhubungan badan denganku sekali saja. Itulah kisah tentang aku, Bang. Sekarang, terserang sikap Abang bagaimana!"
Seperti layaknya terbius, aku tetap diam seribu bahasa. Tenggorokanku seperti tercekat oleh perasaan yang begitu mengharu di dalam hatiku.
"Sekarang, apa yang Abang perlu ketahui lagi tentang diriku?" tanya Emilia seakan coba mencairkan suasana.
"Ema, apakah kamu punya ilmu atau apa yang dapat mencelakai para suamimu?" aku balik bertanya dengan suara yang agak gemetar. Aku sungguh tak mau menyakiti hatinya.
"Ilmu? Saya tidak punya, Bang! Tapi, semua ini mungkin karena tadirku yang buruk," jawabnya dengan nada sedih.
"Apakah di tubuhmu ada tanda atau semacam gambar seperti tato, misalnya?" pancingku.
"Mengapa Abang tanyakan itu?"
"Soalnya, di Jawa ada perempuan yang setiap kali menikah suaminya pasti meninggal. Mereka disebut Bahu Laweyan. Biasanya, di tubuh mereka ada semacam tato atau tanda bawaan sejak lahir," jawabku.
"Tidak. Tidak ada, Bang. Tubuh Ema mulus, kok. Nanti Abang bisa periksa. Atau kalau Abang mau sekarang juga boleh."
"Tidak, tidak usah. Abang percaya, kok!" jawabku agak kikuk.
Dengan pandangan menerawang, Emilia lalu berkata, "Terus terang, saya juga tidak senang dengan keadaan saya yang aneh ini, Bang. Kalau diibaratkan penyakit, Ema juga ingin sembuh. Ema tidak ingin hanya sebentar bersama Abang. Ema sangat mencintai Abang. Demi Tuhan, Ema takut nasib Abang akan sama seperti nasib suami-suami Ema terdahulu!" air mata Emilia mulia mengalir di atas wajahnya yang halus dan inosen itu.
"Apakah dengan suami-sumai terdahulu Ema tidak mencintainya?"
"Hidup manusia memang penuh misteri, Bang. Bahkan Ema menganggap seperti perjudian. Empat kali menikah, ada empat alasan mengapa Ema menganggap bahwa Abang adalah jodoh Ema. Sejak pertama kali melihat Abang, Ema percaya bahwa Abang adalah ayah dari anak-anak Ema nanti. Terus terang, pernikahan Ema sebelumnya adalah karena orang tua semata."
"Baiklah kalau begitu. Abang akan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya yang terjadi dalam dirimu. Kalau sudah ketemu penyebabnya pastilah ada jalan keluarnya," kataku sambil menyusut air matanya yang telah menganaksungai di atas wajah cantiknya. Untuk menenangkannya, kubiarkan Emilia larut dalam pelukanku.
***

Akhirnya, aku berpamitan pulang ke kampung halamanku di Jawa Tengah. Sebelum berpisah Ema menghadiahiku ciuman di pipi. Lembut dan sejuk. Ah, cinta yang teramat dalam membuatku begitu merasakan ketulusan di dalam hati Emilia. Dan tekadku kian mantap untuk mencari jalan keluar atas apa yang dialami oleh wanita yang sangat aku cintai itu.
Selama di kampung, waktu senggangku kuhabiskan untuk mencari tahu penyakit apa sebenarnya yang bersarang di tubuh calon isteriku itu. Namun hampir semua orang pintar yang kutanya selalu menggelengkan kepalanya. Tidak tahu apa yang ada dalam diri Ema. Alhasil, usahaku mencari tahu itu akhirnya gagal. Dan aku memutuskan untuk kembali ke Lambung Mangkurat. di tempat ini aku bekerja di perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di pedalaman Kalimantan Tengah. Tepatnya di Tumbang Samba, beberapa kilometer sebelum Rantau Asem. Sedangkan Ema tinggal di Banjarmasin. Kami bertemu tiga bulan sekali di saat aku ke Kantor Pusat untuk menyampaikan laporan Triwulanan.
Aku tak ingin berputus asa. Setibanya kembali di Kalimantan, aku terus mencari informasi ke oang pintar di sana. Namun, sejumlah sesepuh orang Dayak di sepanjang Sungai Katingen yang sudah kutanyai, tidak ada seorang pun yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Setelah berkeliling tanpa hasil, akhirnya aku nasib mempertemukanku dengan seorang Kyai di daerah Kota Kandangan. Menurut silsilahnya, beliau masih keturunan Kyai yang dulu datang dari Kerajaan Demak membantu Pangeran Samudera. Beliau adalah Kyai Abdullah Syafei.
"Saya heran. Setelah setelah sekian puluh tahun saya tidak mendengar adanya kasus seperti ini, sekarang muncul lagi di Banjarmasin," kata sang Kyai setelah mendengar suluruh rangkaian cerita yang aku tuturkan mengenai Emilia.
"Sebenarnya apa yang tengah dialami oleh calon isteri saya itu, Kyai. Penyakit atau kutukan?" tanyaku setengah mendesak.
"Begini, agar lebih jelas lagi, saya kira calon isterimu ajaklah kesini. Dengan demikian aku dapat memastikan apa yang tengah dialaminya," kata Kyai Abdullah Safei.
"Baiklah, Kyai. Besok Emalia akan saya ajak menghadap Kyai. Lebih cepat lebih baik." kataku menyanggupi.
Setelah berpermitan saya lalu kembali ke Banjarmasin. Setibanya di Banjarmasin, aku temui Emilia dan kuceritakan prihal pertemuanku dengan Kyai Abdullah. Akhirnya, Emalia mau berobat ke Kyai Abdullah di Kandangan.
Hari itu, kami kembali bertatap muka dengan Kyai Abdullah. Setelah berbincang-bincang sejenak, Emalia diminta untuk keluar sebentar. Setelah dia keluar, Kyai memintaku agar segera menikahi Emalia.
"Apakah tidak berbahaya, Kyai?" tanyaku sedikit kuatir.
"Tidak! Hanya kamu yang dapat menyembuhkan calon isterimu itu. Dengan menikahinya secara resmi, kamu telah menjadi suaminya, maka kamu dapat menghilangkan penyebab penyakit calon isterimu itu," jelas Kyai Abdullah.
"Bagaimana mungkin, Kyai?" desakku.
"Ketahuilah, di rahim calon isterimu itu dihuni oleh seekor binatang langka berwujud Lintah Hijau. Binatang itu suka sekali menghisap air mani. Dia akan menempel ke ujung penis yang masuk ke dalam, maaf, lubang vagina," jelas Kyai lagi.
"Kenikmatan yang luar biasa akan dirasakan oleh suami tanpa menyadari adanya bahaya yang mengancam jiwanya. Sewaktu menghisap sperma ludah Lintah Hijau yang sangat beracun itu memasuki tubuh korbannya melalui saluran sperma atau saluran kencing. Akibat pertama yang dialami korban adalah impotensi total. Bekerjanya racun itu sangat hebat dan cepat. Tidak lebih dari empat jam si korban sudah dibuat tidak berdaya. Kemudian menjalar ke seluruh tubuh dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh," tambahnya membuat bulu kudukku merinding.
"Bagaimana orang tega melakukan kekejaman seperti itu, Kyai?" tanyaku sambil menekan perasaan.
"Sebenarnya Lintah Hijau itu tadinya dimaksudkan untuk mencegah perselingkuhan. Siapa yang berhubungan dengan isterinya tanpa mengetahui bahwa isterinya dihuni Lintah Hijau, dalam waktu yang sangat singkat akan meninggal."
"Apakah Kyai tahu bagaimana Emalia memiliki itu?"
"Warisan orang tua. Ketika ibunya meninggal Emalia masih kecil. Lintah Hijau akan keluar dari sarangnya begitu yang dihuni meninggal. Maka oleh ayahnya Linta Hijau itu diambil dan dimasukkan ke dalam vagina anaknya. Sayang sekali sebelum sempat memberitahukan keberadan Lintah Hijau dan penangkalnya ayah Emalia menyusul isterinya. Meninggal."
"Apakah Kyai sudah punya penangkalnya?" tanyaku.
"Belum. Baru akan saya buat. Nanti akan kuberkan kepadamu menjelang kalian menikah."
Ringkas cerita, aku dan Emalia sudah menetapkan hari pernikahan. Satu minggu menjelang hari H, aku kembali ke Kandangan untuk mengambil penangkal Lintah Hijau itu. Aku tidak tahu terbuat dari bahan apa. Sepintas seperti fosfor. Ya, bubuk berwarna hijau. Bila di tempat gelap tampak menyala. Wadahnya berupa botol kaca bergaris tengah 5 cm dengan panjang 12 cm.
Akhirnya, kami menikah. Pestanya cukup meriah. Setelah pesta usai kami berdua mendapat kesempatan untuk menikmati malam pertama. Tentu saja aku punya tugas untuk membebaskan isteriku dari Lintah Hijau terkutuk itu.
"Demi kebahagian kita, turuti saja perintahku. Aku tidak mungkin membuatmu menderita," bisikku dengan mesra.
"Terserah Abang saja, asal Abang bahagia!" jawabnya dengan suara bergetar.
Aku mulai bereaksi sesuai petunjuk Kyai Abdullah. Lampu kamar kumatikan. Untuk sekejap aku tidak mampu melihat apapun. Kemudian aku naik ke ranjang. Kubisikan ke telinga isterku agar melapaskan pakaiannya. Ia menurutinya.
Kemudian kaki isteriku sedikit kutekuk, lalu kusuruh dia dalam posisi mengangkang. Dengan cepat botol yang berisi bubuk hijau itu kubuka tutupnya lalu kuletakkan di depan kemaluan isteriku. Di dalam gelap bubuk hijau tampak menyala.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian, kulihat kemaluan isteriku memancarkan warna hijau terang. Dari lubang kemaluannya keluar seekor Lintah berwarna hijau terang. Makhlun aneh itu bergerak perlahan menuju ke botol yang kutaruh di depan kemaluan isteriku. Seorang tersedot oleh bubuk di dalam botol, makhluk itu terus masuk ke dalamnya.
Begitu Lintah itu memasuki botol sampai di tengah, segera kututup botol itu dan kumasukkan ke dalam kantong hitam yang sudah disiapkan oleh Pak Kyai. Lalu, kupeluk isteriku dengan penuh haru.
Semalaman itu kami hanya tidur sambil berpelukan. Tidak ada nafsu. Yang ada hanya cinta kasih dan sayang. Aku sangat bahagia sebab telah membebaskan isteriku dari "penyakit" atau boleh disebut sebagai "kutukan" yang maha dahsyat.
Setelah beberapa hari meminum ramuan dan membersihkan kemaluan air pemberian Kyai Abdullah, barulah kami dapat berhubungan badan. Dan kami hidup bahagia sampai sekarang...

Selasa, 09 Agustus 2011

TUJUH MALAM BERBULAN MADU DENGAN KUNTILANAK

Kisah mistis ini sungguh-sungguh terjadi di Kota Stabat. Menimpa seorang penarik bemor (becak motor) bernama Karto. Selama 7 malam dia berbulan madu dengan kuntilanak. Apa akibatnya...?
Kota Stabat, Ibu Kota Kabupaten Langkat, Sumut, di penghujung bulan Mei, terlihat sangat sepi. Kendaraaan roda dua dan roda empat yang biasanya hilir mudik melintas di tengah kota, malam itu tidak kelihatan. Sejak senja hingga larut malam, gerimis memang turun membasahi jalan raya. Mungkin karena itu warga kota dan warga yang tinggal di pinggiran kota memilih tetap tinggal di rumah.
Di tengah gerimis berselimut udara dingin menggigit sum-sum, para pedagang di pasar kaget terlihat duduk menemani beberapa orang pengunjung warungnya. Biasanya, di saat udara cerah, para pedagang itu tidak punya waktu berbincang-bincang dengan pengunjung warungnya. Mereka sibuk melayani pengunjung warung yang datang dan pergi silih berganti. Namun kali ini suasananya menjadi lain. Mereka nampak larut dalam perbincangan.
Malam itu, menurut penanggalan Jawa, adalah malam Jum'at Kliwon. Malam yang diyakini angker, karena sering terjadi peristiwa misteri dan irasional. Namun, di zaman sekarang malam keramat itu sudah dianggap tidak lagi menakutkkan. Lihat saja, kendati gerimis masih turun, para abang-abang becak tetap mencari sewa tanpa memperdulikan keangkeran malam Jum'at Kliwon.
Salah satu dari penarik becak bermotor itu adalah Karto. Meskipun malam Jum'at Kliwon dan hujan gerimis tidak juga berhenti, dia tetap mencari sewa. Karto bersama beberapa orang temannya mangkal di simpang kompleks Kantor Bupati Langkat. Mereka duduk di warung sambil menunggu sewa yang turun dari bus jurusan Banda Aceh-Medan.
Segelas kopi hangat yang Karto minum tidak dapat mengusir udara dingin. Meskipun jaket sampai dua lapis membalut tubuh, angin malam dapat menembus hingga ke sumsum tulang.
Malam baru pukul 23 lewat 15 menit. Kota Stabat yang biasanya ramai menjadi sunyi seperti kota mati. Karto tetap setia menanti calon penumpang becak bermotornya. Sebuah bus jurusan Banda Aceh-Medan berhenti. Seorang perempuan memakai baju kuning turun dari atas bus yang basah kuyup diguyur hujan itu.
Sambil menenteng paying di tangannya, wanita berbaju kuning gading itu berdiri di pinggir jalan, menanti kendaraan yang lewat. Dia melambaikan tangan kanannya ke arah Karto. Bergegas Karto menghidupkan becak bermotornya. Dan segera menghampiri si wanita. Dalam hati Karto kegirangan, sebab jarang sekali dia dapat sewa perempuan cantik seperti malam ini.
"Becak, Bang!" Ujar perempuan itu dengan suara lembut.
Karto tan sempat menyahut, sebab mulutnya seperti terkunci melihat betapa cantik si perempuan calon penumpangnya itu. Sang Dewi pun segera naik ke atas becak. Darah Karto tersirap ke ubun-ubun, sebab secara tak sengaja rok pendek yang dipakai perempuan itu tersingkap, sehingga terlihat pahanya yang putih mulus. Berulang kali Karto harus menelan air liurnya.
"Kemana tujuannya, Dik?" Tanyanya sambil menehan gejolak dalam dada.
"Ke Desa Ulat Berayun," jawab si wanita.
Karto segera tancap gas menuju alamat yang disebutkan. Tapi anehnya, baru sekitar 15 menit Karto memacu betor (becak motor)-nya, tiba-tiba dia merasa berada di tempat yang sangat asing baginya. Ya, Karto seperti memasuki kota metropolitan yang sangat megah. Kendaraan mewah hilir mudik dan perempuan-perempuan cantik keluar masuk plaza. Seingat Karto, tidak ada plaza-plaza yang mewah seperti itu, bahkan mobil-mobil yang hilir mudik juga sepertinya sangat asing di matanya.
"Rumahnya masih jauh, Dik?" Tanyanya sambil terus memikirkan keganjilan yang dihadapinya..
"Di ujung jalan sana, Bang!" Jawa si gadis dengan suara lembut dan manja, yang perlahan namun pasti seperti membius Karto.
"Berhenti di sini, Bang!" cetusnya lagi.
Karto menghentikan becak motornya di depan rumah megah bagaikan sebuah istana. Halamannya luas ditumbuhi rumput hijau dan bunga aneka warna. Bagian teras rumah itu dihiasi lampu kristal yang sangat wah.
"Singgah ya, Bang, nanti aku buatkan minuman badrek susu," ajak gadis itu ramah.
Karto tidak dapat menolak ajakan itu, sebab si gadis telah bergayut mesra di pundaknya. Kebetulan, udara dingin begini meminum bandrek susu pasti dapat menghangatkan badan. Di samping itu, jarang sekali dia mendapat tawaran sebaik ini dari seorang penumpang. Apalagi dari gadis yang cantiknya selangit. Begitulah bisik batin Karto.
Sementara Karto masih sibuk mengendalikan perasaannya, perempuan misterius itu mengambil anak kunci rumahnya dari dalam tas tangan yang disandang di bahunya.
Tak lama kemudian, pintu depan rumah nan megah itu terbuka. Karto dipersilahkan duduk di ruang tamu yang tertata sangat artistic, sehingga membuat terus terbengong-bengong. Perabotan rumah tangga di dalam ruangan tamu itu seluruhnya terbuat dari kayu jati yang ukirannya sangat indah.
"Duduk sebentar ya, Bang, aku ke dapur menyiapkan minuman buat Abang," kata si gadis. Suaranya sangat lembut dan manja. Karto hanya bisa mengangguk. Dia terus terkagum-kagum melihat perabotan dalam rumah serba mewah dan megah itu. ìPastilah gadis ini anak orang kaya, karena rumahnya saja bagaikan istana raja.î Bisik hati Karto lagi.
Pria beranak satu ini lebih kagum lagi saat dia menatap perempuan pemilik rumah datang membawa dua gelas minuman, yang telah berganti baju setengah telanjang. Lekuk tubuhnya terlihat nyata di mata Karto. Perempuan itu hanya tersenyum menggoda. Ketika menyuguhkan gelas berisi bandrek susuk, Karto dapat melihat leluasa dua bukit kembar tegak berdiri runcing di dadanya yang montok. Perempuan itu lagi-lagi hanya tersenyum menggoda.
"Malam ini Abang menginap di rumahku saja ya? Aku takut sendirian di rumah Bang!" Rengeknya manja.
"Kedua orangtuamu kemana?" Tanya Karto, agak gugup.
"Sudah meninggal dunia, Bang. Ayah meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, dan ibuku meninggal bunuh diri," cerita si gadis.
ìOooÖ!î Karto melongo, sampai akhirnya perempuan manja itu bersandar di pundaknya. Sekejap kemudian, jari-jemarinya yang lembut menyelusuri pusat-pusat birahi di tubuh Karto.
Laki-laki mata keranjang ini pun tak kuasa untuk tidak membalas sentuhan itu. Dia bahkan melakukannya dengan lebih agresif. Syahwatnya menuju puncak.
"Bang, kita melakukannya di dalam kamar saja ya?" Ajak si gadis sambil segera melepaskan dekapannya. Karto hanya menurut saja.
"Gendong, Bang!" Rengek gadis itu, manja.
Karto menuruti saja keingiannya. Tubuh sintal padat dan berisi itu dibopongnya.
"Kamarnya di mana?" Tanya Karto. Kamar dalam rumah itu memang ada beberapa pintu.
"Nanti aku kasih tahu," jawab si gadis.
Karto berjalan mengikuti perintah si gadis, yang memintanya menuju ruangan di lantai dua. Kamar di lantai dua ini lebih mewah lagi. Karto terkagum-kagum melihat ruangan kamar yang sangat indah dan megah, seperti kamar seorang puteri raja. Di sana ada tempat tidur terbuat dari kayu jati pilihan berukir burung raja wali yang sedang mengepakkan sayapnya. Cahaya lampu dalam kamar itu remang-remang, bau aroma wangi memenuhi seluruh ruangan yang di desain untuk pasangan pengantin baru.
"Nama adik siapa?" Tanya Karto, penasaran. Begitu terpesonanya, sampai dia lupa menanyakan nama perempuan cantik yang mengajaknya bercinta.
"Sri Kunti," jawab si gadis manja.
"Namaku Karto!" Sahut Karto, tanpa diminta mengenalkan dirinya.
Sempat terlintas dalam benak Karto kalau nama perempuan ini aneh, tidak seperti nama kebanyakan perempuan. Tapi apa arti sebuah nama. Bisik hatinya. Karto sudah tidak sabar ingin segera melepaskan nafsu birahinya.
"Jangan buru-buru, Bang. Sabar sebentar," pinta Sri Kunti.
"Aku sudah tidak tahan!"
"Tapi kita harus menikah dulu?"
"Siapa yang akan menikahkan kita?"
"Itu orangnya!î Sri Kunti menunjuk ke ruangan tengah rumahnya dari atas lantai dua.
Aneh, di ruangan itu sudah ramai orang berkumpul. Mereka semua memakai baju bagus seperti hendak menghadiri resepsi pernikahan.
Ketika Karto masih kebingungan, Sri Kunti turun dari atas lantai dua. Dia berjalan menggandeng tangan Karto. Bersamaan dengan itu, Karto melihat busana yang dipakai Sri Kunti telah berubah menjadi busana pengantin berwarna putih. Padahal sebelumnya, gadis itu mengenakan gaun sutra yang transparan.
Ah, aneh sekali! Mengapa bisa begini cepat? Keraguan ini sempat terselip di batin Karto. Namun entah mengapa, dia kemudian tidak berusaha mempersoalkannya.
Karto sendiri bertambah bingung, sebab dirinya juga telah memakai baju jas berwarna hitam dan memakai dasi. Padahal sebelumnya, dia berpakaian lusuh, dengan jeans belel kesayangannya.
Akhirnya, mereka berdua menghadap petugas yang akan menikahkannya. Akad nikah yang Karto laksanakan tidak seperti waktu dia dulu menikah dengan Atik, isterinya yang selalu setia menunggu di rumah. Karto cukup hanya mengucapkan ikrar setia setelah itu resmilah mereka sebagai pasangan suami isteri.
Setelah resepsi, pernikahan selesai, semau tamu yang datang pergi meninggalkan rumah. Kini tinggal mereka berdua di dalam rumah besar itu.
Hujan gerimis berubah menjadi sangat deras. Udara dingin menusuk tulang. Karto membutuhkan kehangatan. Sri Kunti pun sama membutuhkannya.
"Sekarang kita sudah resmi sebagai pasangan suami isteri. Silahkan Abang menikmati tubuhku," kata Sri Kunti. Sehelai demi sehelai kain pembalut tubuhnya dia buka, sehingga akhirnya tampaklah pemandangan yang membuat lutut Karto gemetar.
Pasangan yang barusan melangsungkan ikrar hidup berdua itu tak sabar menikmati malam pertamanya. Karto menggendong tubuh Sri Kunti memasuki kamar tidur yang telah dipersiapkan untuk mereka berdua.
Tubuh sintal itu dia baringkan di atas kasur empuk. Permainan birahi segera mereka lakukan. Kedua pasangan pengantin baru ini berpacu menuju puncak birahi. Tak ada lagi kata-kata yang terucap dari bibir keduanya. Masing-masing berkonsentrasi menuju finish. Keduanya berlari sama-sama kencang dan sama-sama binal seperti kuda liar sumbawa. Desah nafas kenikmatan keduanya seirama dengan goyangan tubuh Sri Kunti.
Karto merasakan puncak kenikmatan yang tiada tiara. Selama ini, setiap dia berhubungan intim dengan isterinya selalu terasa hambar. Demikian pula ketika dia melakukannya dengan PSK. Karto merasakan kenikmatan biasa-biasa saja. Tapi pada malam ini dia merasakan kenikmatan yang sungguh luar biasa.
Biasanya setelah dua kali Karto memuntahkan rudalnya, tubuh pasangannya lemas. Berbeda dengan Sri Kunti, meskipun permainan di atas tempat tidur sudah berlangsung selama hampir dua jam, stamina tubuhnya masih stabil. Berbeda dengan Karto, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan permainan. Dia menyerah kalah.
"Ayo lanjutkan lagi, Bang!" Pinta Siri Kunti, menantang.
"Aku sudah tidak sanggup, Sri!" Jawab Karto, menyerah.
"Biasanya Abang tak pernah menyerah?"
"Kaulah satu-satunya perempuan yang dapat menaklukkanku. Kau hebat Sri!" Puji Karto. Sri Kunti hanya tersenyum mendapat pujian ini.
"Kapan kita ulangi lagi, Bang?"
"Besok malam."
"Abang tidak pulang?"
"Untuk apa aku pulang. Isteriku di rumah tidak dapat memberikan kepuasan. Berhubungan intim dengannya sama dengan memeluk bantal guling. Tidak ada rasanya!" Karto mengeluh tentang isterinya, yang usianya memang lebih tua lima tahun dengannya.
"Malam sudah menjelang subuh. Kita tidur ya, Bang!" Bisik Sri Kunti. Karto hanya mengangguk.
Keduanya segera memejamkan mata. Karena tubuh mereka sudah sangat letih, sebentar saja mereka sudah lelap tertidur pulas. Dan mereka melewatkan waktu yang sangat panjang dalam tidur itu.
Menjelang senja, Karto baru terbangun dari tidurnya. Lampu di dalam rumah sudah menyala semuanya. Sementara itu, Sri Kunti barusan saja mandi sambil keramas. Rambutnya yang panjang hingga pinggul masih terlihat basah. Tubuh Karto masih terasa lemah. Seluruh sendi-sendi tulangnya terasa mau copot semua.
"Mas mandi dulu, aku sudah siapkan air hangat dan handuk dalam kamar mandi," perintah Sri Kunti.
Karto menuruti saja perintah Sri Kunti. Dia segera mandi di sebuah kamar mandi yang sangat mewah, sehingga lagi-lagi Karto tak henti menangguminya. Dia pun merasa seperti mendapat durian runtuh. Tinggal di rumah mewah, dengan isteri yang cantiknya selangit.
Selepas mandi, di meja makan, Sri Kunti sudah menyiapkan hidangan santap malam. Mereka berdua menikmati hidangan makan malam.
Setelah selesai santap malam, Sri Kunti mengajak Karto ke taman belakang rumah. Mereka berdua bercenngkerama sambil bermain ayunan.
"Sri, permainan kita lanjutkan di dalam rumah saja ya!" Ajak Karto yang sudah tidak sabar ingin segera melampiaskan nafsu birahinya. Sri Kunti hanya mengangguk.
"Gendong, Bang!" Rengeknya manja.
Permintaan Sri Kunti ini tidak dapat ditolaknya. Karto membawa Sri Kunti masuk ke dalam kamar tidur. Kain seprai sudah diganti dengan yang baru. Tubuh perempuan yang digendongnya dia baringkan di atas kasur empuk.
Mereka segera berlari menuju ke puncak birahi. Permainan malam kedua ini lebih hebat dan lebih gila. Mereka baru mengakhiri permainan ranjangnya menjelang subuh. Keduanya terkapar lemah tidak berdaya. Mereka pun kembali tertidur lelap.
Menjelang senja, Karto lagi-lagi baru terjaga dari tidurnya. Demikian yang terjadi seterusnya. Setiap hari Karto menjalani runitias seperti itu. Bercinta sampai larut, tertidur pulas, dan baru terjaga ketika hari telah senja. Karto sama sekali tidak pernah mengetahui kehidupan di siang hari. Semua aktivitas hidup di dunia lain tempat Sri Kunti tinggal menetap sepertinya hanya berlangsung pada malam hari. Kampung tempat Karto kini tinggal sepertinya hanya muncul menjelang senja hingga subuh. Siang hari kampung itu tidak pernah ada....
***
Sudah lima hari, Karto tidak pulang ke rumah. Informasi yang diterima Atik, isterinya menyebutkan bahwa malam Jum;at kemarin, suaminya mengantarkan perempuan cantik. Setelah mengantarkan perempuan itu Karto tidak pulang ke rumah.
Atik sudah mencari Karto ke mana-mana, tapi tidak juga ditemukan. Bahkan Karto. Karena takut terjadi sesuatu pada diri suaminya, Atik bahkan sudah melaporkan kasus hilangnya Karto pada politi.
Beragam prediksi muncul akibat menghilangnya Karto. Ada yang berpendapat barangkali perempuan yang diantarkan Karto itu adalah anggota sindikat perampok.
Namun, Atik tidak yakin suaminya dirampok. Nalurinya mengatakan, suaminya yang mata keranjang itu tengah bersenang-senang dengan perempuan cantik yang diantarkannya. Apalagi, beberapa tahun lalu, Karto pernah sampai tiga hari tidak pulang ke rumah setelah mengantarkan sewa seorang perempuan cantik. Ternyata Karto tinggal serumah bersama perempuan itu.
Teman-teman satu profesi dengan Karto ada yang menyarankan untuk minta bantuan dukun untuk mengetahui di mana Karto berada. Saran itu dituruti Atik. Dengan diantar adiknya, Atik mendatangi rumah Mbah Katijo, dukun kampung yang tidak diragukan lagi kemampuannya.
Dihadapan Mbah Katijo, Atik menceritakan tentang suaminya sudah lima hari tidak pulang ke rumah.
"Suamimu sedang berbulan madu," kata Mbah Katijo, menjelaskan.
"Dengan siapa dia menikah, Mbah?" Tanya Atik sambil menahan geram. Dalam hati, dia mengumpat habis-habisan suaminya. Padahal dulu Karto sudah bersumpah tidak lagi berselingkuh. Kini dia ulangi lagi.
"Dia menikah dengan perempuan dari dunia lain."
"Siapa perempuan itu, Mbah?" Atik menjadi penasaran.
"Dia bangsa kuntilanak!"
Mendengar Mbah Katijo menyebut nama kuntilanak, bulu roma Atik merinding. "Apakah suamiku masih bisa pulang, Mbah?" tanyanya sambil menahan tangis.
"Bisa, tapi sabarlah. Biasanya acara bulan madu bersama kuntilanak dari dunia lain berlangsung tidak lebih dari tujuh hari," kata Mbah Katijo, menjelaskan.
Berarti dua hari lagi Karto baru pulang ke rumah?
***
Memang aneh, memasuki malam ketujuh, Karto berpamitan pada Sri Kunti hendak pulang ke rumahnya. Entah bagaimana, tiba-tiba Karto merasakan kerinduan teramat berat pada keluarganya, pada Atik, isterinya, juga pada Dimas, anaknya yang baru berusia lima tahun.
"Sri, aku mau pulang ke rumah, nanti aku kemari lagi!" Katanya berjanji.
"Bukankah Abang sudah berjanji ingin hidup bersamaku?" Protes Sri Kunti, mengingatkan.
"Tapi aku punya keluarga!"
Sri Kunti diam beberapa saat lamanya. Lalu, dengan tenang dia berkata, "Pulanglah, Bang. Keluarga Abang di rumah paati menanti Abang pulang."
Sri Kunti melepas kepergian Karto dengan linangan air mata. Dia mengantarkannya hingga ke depan pekarangan rumahnya. Karto menyelusuri jalan raya di dunia maya yang membingungkan itu. Aneh, ketika karto tiba di sebuah persimpangan jalan, kota itu hilang secara misterius. Becak bermotornya yang dikemudikan mendadak mati mesinnya. Setelah diperiksa, bensinnya habis.
Malam sudah menujukkan pukul dua dini hari. Suasana di sekitar begitu sepi. Di sebelah kiri jalan, Karto melihat hamparan kuburan umum. Ratusan orang dikubur di sana. Bulu kuduk Karto berdiri meremang. Badannya mendadak lemas.
Perkampungan warga sekitar satu kilometer lagi. Karto tidak sanggup mendorong becaknya. Tubuhnya sangat lemah. Seluruh sendi-sendi ototnya rasanya copot. Akhirnya, Karto memutuskan tidur dalam becaknya.
Pagi hari, ketika dia terjaga dari tidur pulasnya, orang-orang ramai berada di sekelilingnya. Dia mencoba untuk bangkit dari atas becak, tapi usahanya sia-sia. Tubuhnya sangat lemah sehingga tidak dapat digerakkan. Teman-teman satu profesi yang kebetulan kenal dengannya, akhirnya mengantarkan Karto pulang ke rumahnya.
Mengetahui berita Karto pulang, warga di sekitar tempat tinggalnya, berbondong-bondong ke luar dari rumah. Dalam tempo sekejap rumah Karto ramai seperti ada pertujunkkan dangdut. Bertubi-tubi pertanyaan pun di arahkan kepadanya. Namun, Karto lebih banyak diam. Penampilannya berubah dari biasanya. Karto yang biasanya ceria, kini berubah seperti orang bingung.
Hari berikutnya, Mbah Katijo menemui Karto. Semua yang diceritakan dukun kanpung ini dibenarkan Karto. Atik menjadi emosi mendengarnya dan api cemburunya tidak dapat dipadamkan. Dia tidak sudi lagi menerima Karto, sebab sudah bersebadan dengan makhluk halus.
Atik akhirnya pergi membawa anaknya ke rumah orang tuanya. Tinggallah Karto seorang diri dalam keadaan lumpuh total. Kini, dia hidup dari belas kasihan orang-orang yang dekat dengannya.

AKIBAT SANTET RUMPUT RAWA NANAH KENTAL KELUAR DARI VAGINA

Di wilayah Kec. Sumber, Kab. Cirebon, beberapa waktu lalu sempat gempar. Penduduk di pantai utara Jawa Barat itu gempar lantaran ada salah seorang warga disana yang mengalami peristiwa sangat mistis....
Selain aneh, peristiwa tersebut sangat menyedihkan sekaligus menyakitkan. Siapapun yang menyaksikannya, pasti menitikkan air mata, dan tak sanggup membayangkan betapa beratnya penderitaan yang dijalaninya.
Seorang isteri juraga rotan, kedapatan mengalami penyakit yang susah untuk dideteksi secara medis. Dokter yang didatangkan bukan saja dari Cirebon, bahkan ada yang sengaja didatangkan dari Bandung maupun Jakarta. Namun, hasilnya sangat tidak memuaskan. Alat vital wanita paruh baya itu tetap mengeluarkan nanah kental tiap tengah malam hingga siang bolong.
Akibatnya, alat vital yang mestinya jadi mahkota kebanggan wanita dan digandrungi pria itu, terpaksa tidak berharga sama sekali. Bau yang keluar benar-benar busuk. Bahkan baunya menyebar dalam radius belasan meter.
Terdorong rasa penasaran yang teramat kuat, suatu malam Penulis secara diam-diam menyambangi rumah megah yang mulai tak terurus itu. Rumah yang berada tidak jauh dari jalan raya itu memang terlihat muram kehilangan nilai artistiknya. Selain cat temboknya sudah mengelupas disana-sini, plafon yang terbuat dari kenwoods juga sudah jebol di beberapa bagian. Di halaman depan maupun halaman serambi, rumput sudah membelukar.
Begitu pula sebagian ranting pohon belimbing bangkok sudah menerobos ke lubang ventilasi jendela. Pernak-perniknya juga sudah terpatah-patah dan banyak yang rontok, juga tidak ada lagi perabotan luks di dalamnya.
Ternyata, selain dikarenakan bangkrutnya bisnis rotan sebagai imbas peraturan pemerintah tentang syarat-syarat ekspor rontan ke luar negeri, sisa modal yang ada tersedot juga buat ikhtiar pengobatan sang isteri. Kini, suami-isteri tanpa keturunan itu hidup dari utang disana-sini, sehingga tak mampu lagi untuk beli cat tembok.
Ketika Penulis tiba di rumah megah namun kumuh itu, si wanita malang sudah dalam proses pemulihan. Nanah kentalnya sudah tidak keluar lagi dan tak tercium bau busuk dari balik pakaian yang dikenakan.
Namun, tubuh Ny. Ratinah, 45 tahun, sangat menyedihkan. Tubuh yang dulu padat berisi itu kini layaknya sosok jerangkong hidup. Ya, hanya menyisakan tulang terbungkus kulit. Kecantikan wajahnya seperti yang tampak pada foto di figura samping buffet, sudah tak tersisa sama sekali. Tulang-tulang pipinya bertonjolan dengan tatapan mata sangat menyedihkan. Wajah itu masih menyimpan sisa-sisa penderitaan teramat pahit selama hampir dua tahun. Sebuah rentang waktu sangat menjemukan serta membuat alas berubah gelap.
Yang patut untuk dijadikan pelajaran, di tengah situasi sulit yang berlarut-larut, Ratinah tetap tabah bahkan sangat pasrah. Tak pernah terlintas sekalipun dalam benaknya untuk menempuh jalan pintas yang sesat.
Sebagai mantan santri dari salah sebuah pesantren puteri terkemuka di Kabupaten Cirebon, Ratinah yakin sekali kalau penderitaan yang dialaminya itu bakal mendapatkan pahala dari Allah SWT yang bakal dipetik di akherat kelak. Sehingga, ketika diminta menceritakan kembali kesengsaraannya sebagai korban santet, Ratinah berkali-kali menolak. Tapi, setelah dipastikan bakal dijaga kerahasiaan identitas diri dan keluarganya serta identigas orang yang berbuat jahat padatnya, Ratinah maupun Imron, 47 tahun, sang suami, berangsur-angsur memahaminya dan bersedia untuk mem-flashback sampai kepada hal-hal kecil yang pernah dialaminya.
"Sedikitpun tak menyangka, di era yang serba modern ini, ternyata masih ada orang yang menggunakan santet untuk mencelakai sesama manusia," Ratinah memulai kisahnya.
Penderitaan yang dialaminya selama hampir dua tahun ini, sangat sulit untuk digambarkan. Dia yakin, semenjak terlahir di alam fana ini sampai umurnya yang sudah kepala empat, belum pernah mengalami penderitaan seberat itu.
Penyakit aneh yang disebabkan serangan santet itu, berawal dari usaha rotan yang dilakoni Imron. Memang, wilayah kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, sudah lebih dari dua dasawarsa dinobatkan sebagai sentra bisnis rotan terbesar di Jawa Barat. Dan Imron adalah salah seorang pengusaha rotan yang cukup diperhitungkan.
Sejak era tahun 1990-an, perusahaan rotan milik Imron sudah merekrut lima karyawan tetap, dan sepuluh karyawan magang. Mereka bekerja mulai pagi hingga menjelang waktu Isya. Modal awal dia peroleh dari perbankan, dan secara bertahap, mengurangi pinjaman modal perbankan itu sampai akhirnya tinggal landas sekitar tahun 1995.
Dengan seratus persen modal sendiri, secara otomatis, laba bersih yang diraup per bulannya jauh lebih besar, karena tidak ada kewajiban buat bayar bunga bank. Seiring itu pula, jumlah karyawan tetap bertambah setiap periodiknya.
Mekanisme usaha yang diterapkan Imron sangat sederhana. Menetapkan status karyawan pun sangat ringkas, dimulai dari karyawan lepas dan karyawan tetap. Karyawan magang yang sudah bekerja dalam rentang waktu tertentu, dianggap punya dedikasi tinggi serta loyalitasnya terhadap perusahaan sangat kental, maka secara otomatis direkrut menjadi karyawan tetap.
Karyawan tetap itupun, bagi yang berdedikasi tinggi dan loyalitasnya kental, akan dinaikan statusnya ke bagian pemasaran. Tiap-tiap kenaikkan status ini berkaitan sekali dengan nilai upah dan tunjangan serta fasilitas lainnya.
Sam, 40 tahun, di mata Imron punya nilai lebih dibanding karyawan tetap lainnya. Pria beranak dua asal Jatibarang, Indramaya ini tercatat sebagai karyawan tetap yang punya masa kerja paling lama.
Disamping itu, Sam punya dedikasi tinggi serta sangat loyal, ditambah pendidikan formalnya yang lumayan bagus yaitu diploma tiga. Dikarenakan sudah memenuhi seluruh komponen yang disyaratkan, sejak 1995, Sam dinaikkan statusnya menjadi karyawan bagian pemasaran bersama-sama dua karyawan bagian pemasaran yang sudah lebih dulu ada yaitu Iwan, 46 tahun, dan Jajang, 42 tahun.
Mulai triwulan pertama, Sam kebagian tugas mengawal pengiriman rotan hingga ke pengepul besar atau perusahaan eksportir di Jakarta. Tugas tersebut terus dirolling secara periodik. Iwan bertugas mengurus surat-surat berkaitan proses ekspor ke Eropa, sedangkan Jajang bertugas juru tagih ke pihak perusahaan eksportir.
"Sampai tahun kedua, saya merasa sangat puas dengan cara kerja Sam dan dua karyawan pemasaran lainnya. Tapi bertepatan dengan meletusnya reformasi dalam upaya menurunkan Soeharto sebagai presiden, sedikit demi sedikit ada suara-suara sumbang yang masuk ke telinga. Suara sumbang itu tertuju kepada kinerja Sam," kenang Imron.
Pada awalnya, suara-suara sumbang itu hanya dianggap sentimen biasa di lingkungan sesama karyawan. Apalagi suara sumbang yang paling santer justru ditiupkan Jajang yang notabene rival Sam.
Jajang mengaku kepada Imron, suatu waktu pernah "menjebak" Imron. Dalam perjalanan ke Jakarta, setibanya di Jatibarang secara disengaja Jajang membelokkan Toyota Kijang yang dikemudikannya memasuki sebuah gang dan berhenti di depan rumah besar yang baru selesai dibangun.
Sambil tetap duduk dibalik kemudi dan hanya sedikit menurunkan kaca jendela kemudi di sampingnya, Jajang menjelaskan kepada Imron kalau rumah besar itu milik Sam. Padahal rumahnya yang dulu berada di pinggir tanggul sungai Cimanuk.
Meski sudah menyaksikan dengan mata sendiri, namun Imron berusaha untuk tetap berbaik sangka. Dalam pikirannya, mungkin Sam mampu membangun rumah sebesar itu berkat kemampuannya mengatur gaji yang diterima dari perusahaan. Atau mungkin, uangnya sebagian didapat dari menjual tanah warisan. Imron tidak pernah tahu apakah Sam punya warisan atau tidak, yang dia tahu Sam adalah karyawan bagian pemasaran yang ulet dan lincah.
Pada saat yang lain, pagi-pagi sekali Iwan sudah mengetuk pintu rumah Imron. Dengan tingkah yang gelisah dan tegang, Iwam menyampaikan laporan kepada bosnya. Sudah dua kali pengiriman, Sam melaporkan kepada Iwan kalau kendaraannya dijarah massa di Jakarta.
Secara kebetulan, dari tahun 1997 hingga 1998, pemberitaan media audiovisual dilaporkan aksi kerusuhan disertai penjarahan oleh ribuan massa di Jakarta. Atas dasar itulah Imron tidak terlalu memikirkan laporan Iwan mengenai Sam. Di mata Imron, sampai saat itu Sam masih dianggap bersih.
Bukan itu saja, setiap saat Iwan mengeluhkan terjadinya ketidak-cocokan antara faktur penerimaan dari petugas checker di perusahaan eksportir di Jakarta dengan data tonase yang tertera dalam surat jalan dari karyawan bagian produksi di perusahaan Imron.
Laporan Iwan kali ini cukup menyita perhatian Imron. Apalagi karyawan bagian produksi yang melakukan penimbangan sebelum dinaikkan ke atas truk bersikeras mencantumkan angka pada surat jalan sesuai dengan tonasenya.
Namun muncul dalam pemikiran Imron, tentang adanya konspirasi atau tepatnya persengkongkolan antara karyawan bagian produksi dengan Iwan dalam upaya menggulingkan Sam.
Kali inipun Sam masih tetap bersih di mata Imron. Tapi ibarat pepatah kuno, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat pasti jatuh juga. Demikianlah yang terjadi pada diri Sam.
"Di akhir tahun 1999, tanpa diduga, datang seorang tamu mengaku karyawan perusahaan eksportir rotan dari Jakarta," kata Imron.
Karyawan yang namanya dirahasiakan itu, tanpa basa-basi lagi mengajak Imron untuk kerjasama usaha rotan untuk tujuan Amerika Serikat. Harga yang ditawarkannya sedikit lebih tinggi dari harga yang sudah disepakati dalam kontrak kerja sama atau MoU dengan perusahaan eksportir rotan yang sudah bermitra.
Bagi Imron harga yang lebih tinggi bukan sesuatu yang mengejutkan. Sesuai strategi bisnis, hal itu sangat layak dilakukan. Tapi, setelah kerjasama berlangsung, harga yang ditetapkan bisa saja lebih rendah dari harga yang ditetapkan eksportir yang dulu.
Tetapi ketika mendengar ucapan karyawan itu berikutnya, seperti ada tamparan keras pada wajah Imron. Sebab, orang itu menyatakan sudah ada kecocokan dengan kualitas rotan dari perusahaan Imron.
"Dari mana dia tahu kualitas rotan saya, kenal saja belum," kenang Imron.
Berusaha tidak menunjukkan sikap curiga, Imron terus mengorek informasi dari tamunya itu. Ternyata, sudah dua tahun lebih Sam mengirim rotan ke perusahaan ekspotir tersebut, biarpun jumlahnya sangat terbatas. Kecuali pernah dua kali mengirim secara penuh masing-masing satu truk. Penjelasan itu sudah lebih dari cukup bagi Imron untuk menilai Sam.
Setelah tamunya pulang ke Jakarta dengan sangat kecewa, Imron memanggil sopir perusahaan beserta Iwan. Kedua karyawan itu diminta datang ke ruang serambi rumah Imron yang megah itu.
Pada awalnya sopir itu bersikeras menolak tuduhan itu. Tapi, setelah Imron menyebutkan nama perusahaan eksportir berikut alamat gudangnya, sang sopir mengakuinya dengan wajah lemas. Dia merasa telah diperalat oleh Sam dan memohon agar tidak dipecat dari pekerjaannya sebagai sopir perusahaan.
Imron memang tidak memecat sang sopir, dan yang dipecat dengan tidak hormat tidak lain adalah Sam. Tanpa banyak komentar, Sam menerima surat pemecatan berikut uang pesangon yang lumayan besar dari bossnya.
Tahun berikutnya, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Pengaturan Ekspor Rotan ke luar negeri. Yang intinya melarang ekspor rotan berupa bahan mentah. Dengan keluarnya peraturan itu, satu demi satu perusahaan rotan di Kabupaten Cirebon maupun di Kota Cirebon bertumbangan, termasuk perusahaan rotan milik Imron.
Hanya berselang satu tahun setelah resmi perusahaan rotan Imaron mengalami kelesuan, Ratinah juga mengalami serangan penyakit yang sangat aneh. Pada awalnya dipastikan hanya penyakit turun bero atau peranakan turun. Namun upaya melalui sistem pijat oleh beberapa paraji (dukun beranak) tidak membuahkan hasil.
Selanjutnya timbul rasa gatal di sekitar mulut vagina. Selama seminggu, rasa gatal itu terus menyiksa. Serangan gatal itu datang dan pergi mirip hantu.
Terkadang, serangan gatal itu datang di saat dia berada di pasar atau di tengah-tengah pertemuaan dengan anggota keluarganya. Akibatnya Ratinah sering dibuat malu, lantaran dia mesti tergesa-gesa menerobos pintu kamar mandi untuk menggaruk bagian sensitif pada organ kewanitaannya itu.
Serangan gatal itupun sempat hilang selama satu bulan lebih. Hal itu membuat lega batin Ratinah. Namun, satu bulan berikutnya, datang serangan sakit yang sangat ganjil. Bagian dalam alat vitalnya serasa seperti ditusuki ribuan jarum kecil.
Makin lama kondisinya makin memburuk. Bahkan dari alat vital Ratinah mulai keluar nanah kental disertai menyebarnya bau busuk. Setelah itu, setiap hari yang dikerjakan Ratinah hanya berbaring di atas kasur. Nafsu makannya turun secara dratis. Akibatnya, tubuh yang semula montok dan sintal, secara cepat berubah kurus sampai akhirnya tidak ubahnya kerangka yang terbungkus kulit.
Selama sakit aneh itu, sanak keluarga maupun bekas karyawan yang merasa simpati, sangat jarang yang berani memasuki kamar tidurnya. Mereka memilih duduk di ruang tamu, lantaran tak tahan dengan bau busuk dari alat vital Ratinah. Dari ruang tamu pun, bau busuk itu sudah tercium bahkan hingga ke serambi luar rumah.
Hanya seorang diri Ratinah merasakan deraan sakit luar biasa di kamar tidurnya. Berbagai upaya penyembuhan selalu nihil. Baik melalui jalur medis maupun jalur alternatif memanfaatkan kalangan supranaturalis.
Sejumlah paranormal sudah didatangkan. Terapi yang dilakukan paranormal sudah dijalani, namun pada ujungnya menyerah sambil menyarankan supaya mengundang dokter kandungan karena penyakit itu termasuk penyakit dhohir.
Saran para paranormal itu hanya dijawab dengan anggukan kepala. Pasalnya, sebelum paranormal memberi saran, sudah lebih dari lima dokter ahli kandungan lokal maupun dari kota besar yang didatangkan, tapi tidak membuahkan hasil.
Untuk ikhtiar pengobatan yang tanpa hasil itu, ternyata telah meludeskan segalanya. Dua hektare sawah berikut ladang telah dijual. Menyusul perabotan di dalam rumah berikut perhiasan serta tabungan di bank. Ketika sudah tak punya apa-apa lagi, Ratinah maupun Imron memilih untuk berpasrah diri kepada Allah SWT.
Memasuki duapuluh bulan kemudian, ketika Ratinah sudah berada antara hidup dan mati, serta kondisi bangunan rumah yang kumuh tidak terurus, Imron dalam mimpinya bertemu seorang laki-laki renta mengenakan pakaian ala para sunan di era Wali Songo.
Laki-laki dengan raut muka memancarkan aura putih itu, menyarankan untuk laku tirakat di salah sebuah tempat keramat di wilayah Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon.
Tanpa banyak pertimbangan, saran laki-laki yang berpenampilan ala sunan dari mimpinya itu langsung dijalani. Tempat yang dituju itu, ternyata salah sebuah petilasan Ki Kuwu Sangkan sewaktu menjalankan laku tirakat beberapa abad silam.
Satu minggu sudah berlalu, dan Imron belum mendapatkan petunjuk apapun dalam tirakatnya. Tanpa pernah merasa putus asa, laku tirakatnya terus dilanjutkan hingga memasuki hari keempat puluh.
Pada malam keempat puluh satu, antara sadar dan tidak, di depan lutut Imron yang sedang berzikir seperti tersaji adegan drama yang teramat mencekam. Laki-laki yang pernah hadir dalam mimpinya itu, sedang menginjak dada laki-laki berpenampilan jawara. Laki-laki dengan mengenakan blangkon, baju kampret dan celana komprang warna hitam, dalam keadaan terlentang tak berdaya.
Menyaksikan adegan klimaks sebuah pertarungan itu, membuat Imron ternganga tanpa suara. Lantas, laki-laki ala sunan itu menanyakan identitas dan berbagai hal terhadap laki-laki jawara di bawah telapak kaki kanannya itu.
Dengan nada sangat ketakutan serta menderita, laki-laki itu menyebutkan jatidirinya. Ternyata dia makhluk alam gaib dengan digelari Pangeran Santet. Pangeran Santet itupun mengaku kalau selama duapuluh bulan ini terus menyiksa Ratinah dengan menggunakan ilmu Santet Rumput Rawa andalannya.
Pangeran Santet menuturkan proses serangan ilmu santetnya. Dimana rumput berlugut dari tengah rawa di sekitar pesisir Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon secara rutin dimasukkan secara gaib ke dalam rahim Ratinah. Karena itulah, dari alat vital Ratinah keluar nanah kental diiringi bau sangat busuk.
Atas desakan laki-laki ala sunan, sang Pangeran Santet bersedia menarik kembali ilmu santetnya dari raga Ratinah hingga sembuh seperti sediakala. Yang sangat mengejutkan, makhluk halus aliran hitam itu menyebutkan identitas orang yang telah memperalatnya untuk menyiksa Ratinah. Siapa lagi kalau bukan Sam.
Mendengar nama Sam disebut-sebut, tanpa sadar emosi Imron langsung memuncak. Sebelum Imron kalap dan histeris, laki-laki ala sunan itu mengangkat kakinya dari dada Pangeran Santet sekaligus menyuruh makhluk aliran hitam itu supaya pulang kembali ke asalnya.
Sepeninggalnya Pangeran Santet, laki-laki ala sunan itupun menyampaikan petuah bahwa apapun yang dia dengar tidak boleh dijadikan alat untuk membalas dendam.
Siapapun yang menanam pasti dia yang bakal memetik buahnya. Karena petuah itulah, Imron memilih pasrah. Terlebih lagi, secara menakjubkan, penyakit menjijikan itu sudah meninggalkan alat vital isterinya.